OPINI

Aktualisasi Moralitas Bangsa dan Politisi

Oleh : Fawaid

 

Dalam deskriptif arti, moralitas mengacu pada nilai-nilai pribadi atau budaya, kode etik atau adat-istiadat sosial yang membedakan antara benar dan salah dalam masyarakat manusia. Menggambarkan moralitas dalam cara ini tidak membuat klaim tentang apa yang secara objektif benar atau salah, tetapi hanya mengacu pada apa yang dianggap benar atau salah oleh seorang individu atau sekelompok orang (seperti agama). Rasa istilah ini ditangani oleh etika deskriptif.

Dalam arti yang normatif, moralitas merujuk langsung ke apa yang benar dan salah, terlepas dari apa yang individu-individu tertentu berpikir. Hal ini dapat didefinisikan sebagai perilaku orang yang ideal “moral” dalam situasi tertentu. Ini penggunaan istilah itu dicirikan oleh “definitif” pernyataan seperti Orang itu adalah bertanggung jawab secara moral daripada pernyataan deskriptif seperti, Banyak orang percaya orang yang bertanggung jawab secara moral. Ide-ide dieksplorasi dalam etika normatif. Rasa normatif moralitas sering ditantang oleh nihilisme moral yang menolak keberadaan dari setiap kebenaran moral dan didukung oleh realisme moral yang mendukung keberadaan kebenaran moral.

Untuk mentransformasikan moraliats yang baik merupakan perbuatan yang tidak mudah dikerjakan, diperlukan kesadaran penuh tentang petapa pentingnya sebuah moralitas harus dilakukan oleh seseorang, meskipun semua orang memiliki persepsi tersendiri tentang kepemimpinan, implikasinya, mereka memiliki ekspekstasi tersendiri, bahkan imajinasi tersendiri tentang penampilan dan gerak-gerik pemimpin. Kemudian hanya sering mengandalkan persepsi tersebut dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu organisasi atau dalam menyatakan kesan awal mereka tentang keberhasilan seseorang dalam menjalankan kepemimpinan.

Sistem politik yang kita ciptakan ternyata tidak cukup untuk menyediakan kesempatan untuk bangunan etika seperti yang diharapkan, moralitas politik yang seharusnya dijungjung tinggi pada saat sekarang ini menjadi sautu hal yang tabu untuk dikerjakan. Padahal moralitas politik harus dimiliki oleh bangsa dan politisi dan dapat diaplikasikan dalam dunia nyata, sehingga peran politisi sebagai penyalur aspirasi dan bangsa sebagai penentu politisi menjadi pejabat dapat seimbang dalam melaksanakan tugasnya masing-masing sesuai dengan moralitas yang berlaku.

Dalam bingkai sejarah yang terjadi sepanjang pemerintahan negara ini, money piltic terus berjalan seperti bola liar keseluruh penjuru negeri ini, biasanya saat yang sangat strategis dalam money politic ini pada saat pemilihan akan dilaksanakan, maka seorang calon pemimpin akan memberikan money politic sebanyak-banyak untuk dapat memiliki suara yang banyak, sehingga tidak dapat dipungkiri penyelewengan kekuasaan akan terjadi secara bersamaan, dan juga potert pemimpin yang tidak bertanggung jawab tidak mau kalah akan menjadikan uang sebagai senjata untuk membeli suara rakyat, tanpa mengedepankan moral politik yang ada.

Tradisi membagi-bagi Money Politic masih menjadi langkah awal untuk menarik perhatian Masyarakat, karena memang kekuatan money politic dapat diakui memiliki daya tarik yang sangat ampuh dalam menarik masyarakat. Masyarakat merasakan kebanggaan dengan money politic yang ada tersebut, meskipun dibalik money politic yang diberikan oleh oleh para politisi memiliki dampak yang sangat tragis pada kehidupan dirinya selanjutnya, namun masyarakat belum menyadari itu semua, undang-undang dasar yang seharusnya menajadi pedoman dalam prilaku masyarakat hanya menjadi formalitas semata.

Misalnya, seperti yang telah tercantum dalam Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi: “Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu”.

Persoalan korupsi yang terjadi saat ini tidak selalu menyalahkan para pejabat, salah satu yang perlu dikritik juga adalah masyarakat yang sangat materialisme, karena ketika mencoba berfikir lebih luas, para calon yang memberikan money politic kepada masyarakat, pertama modal atau uang kampanya yang telah dikeluarkan oleh para calon tidak akan cepat balik tanpa ada korupsi didalamnya. Kedua disini masyarakat juga termasuk didalam pendorong korupsi terjadi misalnya seperti yang dikatakan Sujiwo Tedjo dalam kesempatan seminar, mayoritas masyarakat memiliki kebiasaan yang gensi, misalnya masyarakat tidak akan mendekati istri pejabat yang menampilkan pakaian sederhana, bahkan akan mencelanya.

Sangat perlu kiranya mengungkpakan kembali moralitas politik Presiden Gerald Ford ketika menangani kasus yang menimpa Presiden Richard Nixon, Ford bersedia memberikan ampunan(grasi) kepada Nixon, yang terbukti melakukan tindak kriminal, sehingga pihak yang terakhir ini tidak diadili, meskipun harus mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. Ford sendiri merasa berhutang budi karena dipilih Nixon sebagai wakilnya, walaupun lama dia tak pernah diacuhkan Nixon, Ford bersedia melakukan itu semua, meskipun dia tahu tindakan seperti itu tidak populer, dan pada akhirnya mengakhiri karir politiknya, dia dikalahkan dalam pemilihan presiden oleh Jimmy Carter.

Betapa sangat bertanggung jawab sosok presiden Gerald Ford, dan sangat perlu untuk diteladani oleh para pemimpin negara ini, memiliki moralitas yang tinggi dalam memimpin. Moralitas seorang politisi memang sangat dibutuhkan, rela menerima kekalahan merupakan suatu bagian dari moralitas politisi, mantan Jenderal dan Presiden Prancis, Charles De Gaulle (1890-1970). Mengungkapkan “Untuk menjadi orang yang berkuasa, politisi harus berprilaku sebagai hamba” tersebut sangat cukup untuk menjadi sebuah renungan bagi politisi negeri ini, karena melihat politisi yang beraksi di negeri ini telah mulai kehilangan marhaenismenya.

Artinya dalam kata-kata berprilaku sebagai hamba, yang namanya hamba pasti megabdikan dirinya pada tuannya, selaku orang yang memberikan kesejahteraan hidup bagi seorang hamba, kaitannya dengan politisi adalah harus mengabdi pada bangsa dan negara, yang merupakan tugasnya dan tujuan awal bagi seorang pemimpin karena bagaimana pun politisi tidak akan pernah sukses tanpa ada partisipasi dari bangsa dan sebaliknya bangsa akan terbirit-birit tanpa arah ketika tidak ada pengarahan yang baik dari para politisi.

Post Comment