Libur Minggu Tenang Hanya Sebuah Ilusi
OPINI

Libur Minggu Tenang Hanya Sebuah Ilusi

Oleh: M. Roehman Zainur Riedho*

Mahasiswa pasti mengharapkan yang namanya kata libur untuk sekadar refreshing di tengah penatnya rutinitas perkuliahan. Dalam satu semester setidaknya ada beberapa jatah libur yakni pada hari sabtu dan ahad, libur nasional, dan pastinya libur minggu tenang. Namun faktanya libur minggu tenang tidak seperti yang diharapkan oleh mahasiswa, di mana mereka dapat berkumpul dengan keluarga, pergi menikmati alam, dan lain sebagainya. Libur minggu tenang atau dalam kalender akademik dikenal dengan LMT selalu terkendala dengan Ujian Akhir Semester (UAS) yang seringnya diselenggarakan lebih awal dari jadwal. LMT juga seringkali digunakan untuk mengejar mata kuliah yang tertinggal.

Libur minggu tenang di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) diatur dalam Surat Keputusan Rektor UINSA nomor 379 tahun 2018 yang ditandatangani tanggal 31 Agustus 2018. LMT di semester ganjil ditetapkan tanggal 17-21 Desember 2018. Sedangkan untuk LMT semester genap pada 10-14 Juni 2019. Pada praktiknya, tanggal 17-21 Desember UINSA masih saja ramai dengan aktivitas perkuliahan. Aktivitas perkuliahan pun diwarnai dengan curi start UAS, mengejar ketertinggalan materi mata kuliah, revisi, mengumpulkan tugas, atau aktivitas lainnya. Padahal berdasarkan kalender akademik UINSA, UAS dilaksanakan pada tanggal 26 Desember 2018 hingga 04 Januari 2019.

Dari pemaparan singkat di atas, banyak faktor mengapa LMT menjadi sebuah ilusi. Pertama, curi start UAS. Mahasiswa berharap dengan memulai UAS terlebih dahulu maka mereka dapat menikmati libur yang lebih panjang. Sayangnya hal tersebut tidak selalu berlaku di kalangan mahasiswa. Mengapa? Karena pengaturan jadwal pelaksanaan UAS di setiap mata kuliah menjadi tidak teratur akibat menunggu keputusan dosen. Sedangkan, beberapa dosen lain meminta pelaksanaan UAS tetap berdasar pada LMT yang telah ditetapkan melalui SK Rektor tersebut, sehingga LMT menjadi tidak terlaksana dengan baik karena masih memikirkan UAS.

Kedua, dosen memiliki legitimasi untuk mengikuti kegiatan di luar aktivitas kelas untuk menunjang profesionalitas dan menambah wawasan seperti mengikuti seminar, penelitian, kunjungan dll, sehingga dosen terpaksa absen mengajar di kelas. Dampaknya adalah materi perkuliahan akan tertinggal dan sebagai gantinya LMT akan dijadikan sarana untuk melunasi materi perkuliahan. Namun herannya, beberapa mahasiswa senang jika dosen tidak mengisi mata kuliah, tapi berujung pada LMT yang dijadikan alat untuk melunasi materi perkuliahan.

Ketiga, masih banyak di kalangan mahasiswa yang belum mengumpulkan tugas atau merevisi makalah, laporan dan lainnya, sehingga beberapa dosen menggunakan LMT sebagai sarana untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Untuk itu perlu dilakukannya pengawasan dari pihak rektorat maupun akademik fakultas sehingga peraturan yang dibuat dapat dijalankan bukan hanya sebagai angin lalu. Memang aktivitas pada saat LMT bukan hal yang salah, namun permasalahannya adalah mengenai peraturan yang dijalankan atau tidak. Perlu dipahami bersama kesadaran penegakan terhadap peraturan yang dibuat oleh rektorat harus ditegakkan dan dijalankan, dan mahasiswa berhak untuk meminta pertanggungjawaban dan melakukan pengawasan terhadap peraturan tersebut.

*Mahasiswa Hubungan Internasional semester 1 UIN Sunan Ampel Surabaya

Sumber gambar: Freepik

 

Post Comment