OPINI

Anak Muda, Mikir Yuk

Moch. Choirul Arif[1]

Awalan

Pernah mendengar, melihat coletehan Cak Lontong saat ngelawak atau ngiklan... pasti muncul kata “mikir…” di setiap akhir kalimatnya. Meski sederhana, namun kata itu telah menjadi  trade mark komedian jebolan ludruk cap Tugu Pahlawan, dan tukang insiyur ITS Surabaya. “mikir” kata yang sangat simple sekali, namun dapat menjadikan siapapun sosok “sempel” (gila, red) jika mengabaikannya apalagi menafikannya mentah-mentah.  Ketika pembaca memaknai tulisan inipun harus “mikir” apa maknanya.., karena memang kata dan kalimatnya begitu bersayap atau dalam bahasa cultural studies disebut dengan makna polisemik, makna yang multi interpretasi  bergantung perspektif mana yang anda gunakan. Bisa jadi anda memaknai  judul tulisan ini sangat memojokkan anak muda yang dianggap tidak pernah mikir, lalu diajak mikir. Mungkin tulisan ini bermakna himbauan agar anak muda mikir yang sebenarnya, karena ternyata cara mikir anak muda belum benar, ataupun tulisan ini dimaknai secara radikal bahwa mana ada anak muda yang mikir benar, karena memang mereka tak punya pikiran, dan seterusnya.

Jadi… mikir dulu, jangan keburu emosi, kalau emosi pasti kagak mikir deh. Anak muda, jika anda merasa gerah dengan tulisan ini, sebenarnya anda mulai mikir, cuman mikirnya seperti apa hanya anda yang tahu. Namun jujur, tulisan ini tidak diarahkan untuk memancing emosi apalagi kemarahan, tapi memancing pikiran anda. Mengapa ? karena dengan mikir apalagi jalur yang dipilih benar (the right track), maka anda telah membuka peluang besar menyelesaikan masalah dalam konteks apapun yang selama ini diributkan banyak orang, apakah modernisai, globalisasi, kapitalisasi dan sasi-sasinya. Karena anda akan dilatih dan berlatih menjadi ahli menyelesaikan masalah, bukan ahli yang membahas masalah, apalagi ahli membalik-balikkan masalah. Dengan demikian, guyonan cak lontong jadi benar…meski kita ketawa ketiwi mendengarnya, tapi sebenarnya kita gak pernah mikir, bahwa guyonan itu merupakan bentuk sindiran cak lontong kepada kita yang gak pernah mikir bener

Mikir ; Out of the box

Mikir atau berpikir adalah kemampuan manusia mencari dan memberi makna bagi realitas yang hadir dihadapan kesadarannya dalam pengalaman dan pengertian. Ini artinya orang itu benar-benar dikatakan sebagai manusia ketika ia mampu memaknai realitas yang mewujud di hadapannya, dan mampu memberikan reaksi secara proposional dan profesional. Jika tidak, apa bisa ia dikatakan sebagai manusia ?, jika dirinya sekedar “ngintir” di arus dunia yang telah terekayasa. Tidak salah jika Islam menyindir manusia itu tak ubahnya sebagai mayat hidup yang hanya menikmati dunia  tanpa menggunakan daya potensi tertingginya , yaitu mindset, mentalset dan spiritualset. Nah, mau pilih yang mana anak muda ? ngintir, berenang menentang arus, atau menenggelamkan diri (stone style ?), atau duduk di pinggir arus hingga tak tersadar bahwa dirinya akhirnya ngintir dan tenggelam. Artinya keterlibatan anda dan kita sebagai anak muda dalam pusaran dunia merupakan pilihan yang harus dipilih.

Karena keterlibatan itu pilihan, maka cara mikirnya  tidak sekedar mikir. Mikir yang standar hanya menghasilkan repitisi yang membosankan, bahkan yang paling parah menghasilkan sesuatu yang penting ada, ujung-ujungnya ketakutan menghilangkan sejarah. Sebuah dalih yang normatif untuk menghindari dari tanggung jawabnya sebagai manusia. Sejarah penting, bahkan Soekarno menyebut dengan istilah JASMERAH (Jangan sekali-kali melupakan sejarah), tapi kita tidak boleh berhenti di situ saja, lalu menjadikannya sebagai instrumen legitimasi pikiran kita yang ternyata gagal mengkonstruksi sejarah, Kita harus pakai KEMEJA (Kemampuan Mengkreasi Sejarah) jauh lebih penting untuk mendorong dunia ke arah lebih baik, dan tidak sekedar ngintir lalu bengak-bengok menyalahkan liyan.

Mikir konvensional selalu berada dalam kotak, yang selalu dirasa seakan-akan kotak itu penuh isi dan besar tapi sebenanya mbulet saja. Merasa melakukan perubahan dan pembaharuan, namun bingkai yang digunakan hanya sekitar kotak, maka yang terjadi kementokan,  ujung-ujungnya tidak jelas dan memaksa orang untuk mengakui dengan kekuasaan yang dimilikinya, Aneh !. Mikir harus di luar kotak , karena di luar kotak merupakan semesta realitas yang jauh lebih besar, lebih menantang kreativitas, lebih menantang keberanian menentukan pilihan. Mikir di luar kotak bukan bermakna mikir aneh-aneh, tak lazim, bukan itu. Tapi mikir yang mampu melihat keterkaitan realitas satu dengan realitas lainnya yang sulit untuk dipisahkan, karena memang seperti itu semesta realitas. Artinya anak muda yang berani berpikir out of the box, maka ia akan berani menghadapi realitas, apapun “bunyi” realitas itu, mau globalisasi, kapitalisasi, industrialisasi, degradasi dan seterusnya, karena anak muda  seperti itu menyadari bahwa keterhadirannya tidak diletakkan dalam kotak, tapi di luar kotak sehingga mampu menjalin realitas secara berkelindang.

Mikir : Jangan Pakai Kacamata Kuda

Tidak ada realitas itu tunggal, tapi anehnya banyak manusia yang melihat realitas itu tunggal, sehingga ia merasa cukup menggunakan kacamata kuda untuk membaca realitas itu. Kalau sudah begini, jangan salahkan jika seseorang mudah sekali dikendalikan oleh liyan dan kekuatannya. Anak muda harus mikir utuh, dan menyeluruh yang mampu memandang realitas secara utuh. Jangan mau dipaksa dan dijerumuskan dalam paradigma kacamata kuda, karena akan menjadikan anda “buta”. Betapa banyak kasus manusia menjadi sangat ekstrim  karena hanya melihat realitas dari satu sisi, padahal sisi lain belum dilihatnya. Betapa banyak orang menganggap kebenaran miliknya merupakan kebenaran yang hakiki, padahal bisa jadi Allah SWT menurunkan dan meletakkan kebenaran pada sisi yang lain. Betapa banyak ilmuwan merasa mampu menyelesaikan persoalan dengan ilmunya, padahal penyelesaiannya menghasilkan masalah lain di sisi yang lain. Betapa banyak aktivis organisasi meyakini keunggulannya, padahal di sisi yang lain ada organisasi yang lebih unggul.

Realitas itu tidak tunggal, artinya cara mikir anak muda harus di upgrade bahkan diinstall ulang, agar ia tidak terjebak pada sektarianisme, radikalisme, kapitalisme, dan aliran lain yang mencoba menawarkan kenikmatan paradigma kacamata kuda. Realitas itu tidak tunggal mengisyaratkan beragamnya realitas yang harus dicandra anak muda. Kemampuan mencandra beragam realitas itu menjadikan anak muda lebih jeli memilah dan memilih realitas itu, meski menawarkan sparkling of pleasure. Tidak terburu menjustifikasi kafir, bodoh, sinting, hebat, syar’i dan sebagainya, karena bisa jadi realitas itu hanyalah fatamorgana yang dimainkan liyan untuk mendukung ambisi kekuasaan. Realitas itu tidak tunggal mengisyaratkan keberanian membuka diri akan keterbatasan yang harus segera diisi dan dilengkapi, agar tidak selalu merasa was-was menghadapi dinamika dan perubahan dunia, atau dalam bahasa Gus Dur, ketakutan itu hakekatnya merupakan wujud dari kekurangan diri yang tidak diakui,  termasuk kecemasan akan perubahan dunia merupakan wujud ketidaktahuan akan kekurangan diri yang tidak tahu harus diapakan. Akibatnya selalu memproduksi kata-kata dan kalimat ancaman.

Mikir ; Berani Melampaui Sekat

Realitas yang tidak tunggal ternyata di sekat-sekat oleh manusia, sehingga seakan-akan menjadi tunggal. Anehnya penyekatan itu diakui sebagai kebenaran realitas yang sifatnya tunggal, tidak ada yang lain. Sama halnya dunia ini yang begitu beragam problemnya, aliran pemikiran penghuninya , hingga beragam ilmu yang dimiliki manusia dipaksakan untuk menjadi tunggal dengan penyekatan. Sekat emosi, egoisme, agama, keilmuan, politik, demografi,  hingga etnis menjadikan manusia “kutuk” dalam sekat  yang dibangunnya. Akibatnya bisa ditebak, semuanya berusaha menabrakkan diri dan memaksa liyan masuk dalam sekatannya. Kondisi yang mustahil, karena semesta realitas tidak mungkin di”kepras” dalam realitas tunggal bingkai manusia. Jadi anak muda harus menyadari itu, jangan mau dipaksa-paksa dalam sekat mikir atau mikir sekat, kalau tidak anda menjadi terjurumus dan menjurumuskan diri dalam kesesatan yang menyesatkan.

Mikir melampuai sekat, bukan berarti membongkar sekat, apalagi masuk dalam sekat  hingga sekat yang terakhir. Mikir melampaui sekat adalah kemampuan untuk menyadari dan membaca sekat-sekat yang telah diciptakan manusia, dalam kerangka membangun kesadaran bahwa sejatinya realitas itu tidak tunggal. Mikir melampaui sekat itu untuk menjaga diri dari keterjebakan sektoral yang mampu mencandra bahwa tidak ada realitas yang tidak terkait dengan realitas lain, dan itulah semesta realitas. Anak muda harus cerdas membaca kecenderungan dunia yang “dimainkan” oleh pemilik sekat agar tidak ujug-ujung menjadi pendukungnya. Jika tidak hati-hati jangan-jangan ia bagian dari pencundang dunia.

Akhiran

Yuk mikir anak muda…, dunia ini berada dalam genggamanmu. Beri ruang mikir di hati mu, dan singkirkan sedikit emosi dan gejolak agar anda menjadi seimbang. Munculnya gemerlap dan dinamika globalisasi, modernisasi, radikalisasi dan seterusnya adalah bagian dari permainan dunia. Tinggal anda sebagai anak muda mau memutuskan yang mana, menjadi bagian, pelaku, penentu, pemutus, pencipta permainan itu terserah anda. Tapi yang jelas, kata cak Lontong …. mikir…!!!

[1] Dosen Prodi ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel

Post Comment