MediaSolidaritas.com-Pencemaran aliran sungai di Desa Putat, Kecamatan Tanggulangin, kini semakin mengkhawatirkan. Tumpukan sampah plastik dan eceng gondok hampir menutupi seluruh aliran sungai.
Warna air sungai yang hitam pekat dan bau tidak sedap menjadi indikator bahwa sungai tersebut mengalami kerusakan yang serius. Kondisi ini telah terjadi sejak bertahun-tahun lamanya. Meskipun sudah diterapkan kegiatan kerja bakti dan berbagai upaya regulasi, namun masalah pencemaran ini masih terus berlanjut.
Sebagian besar warga seringkali masih membuang sampah dan limbah rumah tangga langsung ke sungai tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya. Selain itu, fasilitas pengolahan limbah yang ada sering kali tidak memadai untuk menangani banyaknya limbah masyarakat yang terus bertambah.
Hal ini mencerminkan kurangnya kesadaran dan tindakan dalam menjaga kebersihan sungai, yang seharusnya menjadi perhatian utama bagi masyarakat dan pemerintah setempat. Utamanya dari kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitar sungai.
Berdasarkan penelitian Indriyani dan Sudarti tentang analisis limbah pencemaran air sungai di kota dan desa, mengungkapkan bahwa pencemaran aliran sungai umumnya disebabkan oleh kondisi aktivitas manusia dan kondisi lingkungan di sekitar sungai.
Sumber pencemaran air bisa berasal dari limbah domestik. Limbah domestik adalah sampah dari aktivitas rumah tangga sehari-hari, seperti laundry, penggunaan deterjen dan pewangi.
Limbah domestik ada dua macam, yaitu sampah organik berupa sisa tanaman dan sisa makanan, serta sampah non-organik seperti sampah plastik dan bahan kimia akibat penggunaan deterjen seperti sampo atau sabun.
Masuknya limbah cair secara terus-menerus ke sumber air dapat menyebabkan kedangkalan yang disebabkan oleh bahan organik yang masuk dan diendapkan di dasar sungai. Proses ini dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir saat musim hujan tiba.
Selain itu, dalam penelitian Salsabila dan Raharjo berjudul Indeks Pencemaran Air Sungai dan Persebaran Penyakit yang Ditularkan Air (Waterborne Diseases): Suatu Kajian Sistematis, menunjukkan bahwa pencemaran air sungai dapat berdampak serius pada kesehatan masyarakat.
Pemanfaatan air sungai yang tercemar dapat menyebabkan berbagai penyakit yang ditularkan melalui air (waterborne diseases), seperti diare yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli dan tifoid yang disebabkan oleh Salmonella sp.
Penelitian tentang kajian kualitas air sungai Code Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga mengungkapkan bahwasanya pencemaran air sungai juga dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.
Limbah domestik yang mencemari sungai di Desa Putat sebagian besar berasal dari rumah tangga yang tidak memiliki akses ke sistem pembuangan limbah yang memadai atau bahkan pemukiman warga yang berada di pinggir sungai. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan hal ini antara lain:
Jarak yang Jauh ke Tempat Pembuangan Sampah
Salah satu masalah utama yang menyebabkan pencemaran di Sungai Putat adalah jarak yang jauh antara rumah tangga dan tempat pembuangan sampah resmi. Banyak warga yang tinggal di daerah terpencil atau di pinggiran kota, di mana fasilitas pembuangan sampah tidak mudah diakses.
Kondisi ini membuat mereka merasa lebih praktis untuk membuang sampah langsung ke sungai daripada harus menempuh jarak yang jauh ke tempat pembuangan sampah.
Kurangnya Layanan Pengangkutan Sampah
Tidak semua daerah memiliki layanan pengangkutan sampah yang rutin, sehingga warga terpaksa membuang sampah sendiri. Ketika layanan ini tidak berjalan dengan baik, sampah menumpuk di rumah, menciptakan lingkungan yang tidak sehat dan berpotensi menimbulkan penyakit.
Dalam situasi ini, membuang sampah ke sungai menjadi solusi cepat meskipun merugikan lingkungan. Masalah tersebut juga mencerminkan kurangnya infrastruktur dan manajemen limbah yang efektif, serta keterbatasan dana pemerintah untuk menyediakan layanan yang memadai.
Kebiasaan dan Kesadaran Masyarakat
Masalah lain yang turut memperparah pencemaran di Sungai Putat adalah kebiasaan dan kesadaran masyarakat yang masih rendah. Ada warga yang malas untuk keluar rumah hanya untuk membuang sampah, meskipun sebenarnya sudah ada layanan pengangkutan sampah yang tersedia.
Mereka beranggapan bahwa membuang sampah ke sungai adalah solusi yang mudah dan cepat, dengan asumsi bahwa sampah tersebut akan hilang terbawa arus.Namun, kenyataannya sampah yang dibuang ke sungai tidak langsung hilang begitu saja.
Sampah tersebut justru menumpuk di dasar sungai atau tersangkut di tepiannya, mencemari air dan merusak ekosistem. Akibatnya, sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar berubah menjadi tempat pembuangan yang kotor.
Praktik Pertanian yang Tidak Ramah Lingkungan
Praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan juga menjadi salah satu faktor utama pencemaran di Sungai Putat. Beberapa petani memasang bendungan di sungai untuk mengalirkan air ke sawah mereka, yang menghambat aliran air dan menyebabkan sampah menumpuk di satu tempat.
Penumpukan sampah ini mencemari air, menimbulkan bau tidak sedap, dan menjadi sarang nyamuk serta lalat yang dapat menyebarkan penyakit. Selain itu, penegakan hukum yang lemah membuat pelanggaran terus terjadi tanpa ada efek jera.
Meskipun berbagai peraturan telah diterapkan, kurangnya pengawasan dan sanksi yang tidak tegas membuat masyarakat tidak takut melanggar aturan.
Salah satu regulasi utama adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU ini mengatur kewajiban setiap individu dan badan usaha untuk mengelola limbah dengan baik dan tidak mencemari lingkungan.
Selain itu, terdapat juga Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang menetapkan standar kualitas air dan prosedur pengendalian pencemaran.
Namun, efektivitas regulasi ini masih menjadi tantangan. Meskipun aturan sudah jelas, implementasi di lapangan seringkali kurang optimal. Pengawasan yang lemah dan sanksi yang tidak tegas membuat pelanggaran terus terjadi.
Banyak industri dan rumah tangga yang belum mematuhi ketentuan pengelolaan limbah, sehingga pencemaran tetap tinggi.
Untuk meningkatkan efektivitas, diperlukan pengawasan yang lebih ketat, peningkatan kesadaran masyarakat, serta dukungan infrastruktur yang memadai untuk pengelolaan limbah. Pemerintah bisa mengambil contoh dari kota lain dalam penangan limbah domestik yang mencemari aliran sungai.
Salah satu daerah yang berhasil mengatasi masalah pencemaran air serupa dengan Sungai Putat adalah Sungai Citarum di Jawa Barat. Sungai ini pernah dikenal sebagai salah satu sungai paling tercemar di dunia karena limbah industri dan domestik.
Namun, melalui program revitalisasi yang dikenal sebagai Citarum Harum, telah menghasilkan dampak pengurangan pencemaran yang signifikan. Yang mana, program ini melibatkan pembersihan sungai, penegakan hukum yang lebih ketat, dan peningkatan fasilitas pengolahan limbah.
Selain itu, masyarakat juga dilibatkan dalam kegiatan edukasi dan kampanye kebersihan lingkungan.
Sebagai tetangga kota Sidoarjo, Surabaya juga dikenal sebagai kota yang berhasil mengelola sampah dengan baik melalui program 3R (reduce, reuse, recycle). Program ini menjadi landasan bagi masyarakat untuk mengelola sampah secara mandiri, mengurangi sampah, dan mengambil nilai ekonomis dari sampah.
Surabaya juga menerapkan langkah-langkah serupa untuk mengelola limbah di sungai-sungainya. Contoh suksesnya adalah Program Kali Bersih (Prokasih) di Sungai Kalimas, yang melibatkan pembersihan rutin, pengawasan ketat terhadap pembuangan limbah, dan pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di berbagai titik strategis.
Keberhasilan program-program seperti Citarum Harum dan Prokasih menunjukkan bahwa dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat, serta penegakan hukum yang tegas, masalah pencemaran air dapat diatasi.
Namun, tentu saja tantangan masih tetap ada, terutama dalam hal meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat, serta memperbaiki infrastruktur pengelolaan limbah.
Edukasi yang lebih intensif, peningkatan infrastruktur pengelolaan limbah, serta penegakan hukum yang lebih tegas adalah langkah-langkah yang perlu segera diambil untuk menyelamatkan sungai.
Penulis : Faizyah Artika Harani
Editor : Alfi Damayanti