Solidaritas-uinsa.org – Kemarin, Minggu, 29 Januari 2017, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Surabaya melaksanakan musyawarah kota (Muskot) di Gedung A Auditorium Rektorat Universitas Sunan Giri (Surabaya). Acara ini dihadiri sekitar 70 peserta, terdiri dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang termasuk anggota PPMI DK Surabaya dan beberapa tamu undangan dari Kota Malang, Sekretaris Jenderal (Sekjend) PPMI Jogja, serta koordinator wilayah (Korwil) Tulungagung. Tak hanya Muskot, acara ini juga ditambahi dengan adanya talkshow yang bertemakan “Pena Sebagai Barometer Perubahan”. Pembicara dalam acara talkshow ini ada tiga orang yaitu, Nur Kholis Zain, yang merupakan salah satu anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Alfarabi (Sekjend PPMI DK Surabaya 2012), serta Hadi (Korwil Jawa Timur PPMI 2006).
Dalam talkshow tersebut disampaikan bahwa, Pers Mahasiswa (Persma) sebagai salah satu media alternatif tidak hanya sebatas membuat produk-produk jurnalistik seperti, buletin, koran, dan lain-lain. Tetapi juga harus bergerak. Jika hanya sekadar membuat produk-produk jurnalistik maka tidak ada bedanya dengan media-media mainstream di luar sana. Persma pun sebagai media alternatif harus kritis, tajam di dalam, namun tidak buta di luar.
Alasan mengapa dipilihnya Unsuri sebagai tempat diadakannya Muskot ini selain letaknya yang strategis, juga untuk fasilitas terbilang cukup memadai, dan masalah perizinan dengan pihak kampus juga mudah. “Kita memilih Unsuri ini karena letaknya yang strategis. Yang datang dari Sidoarjo juga tidak terlalu jauh begitupun yang datang dari Surabaya. Selain itu untuk peminjaman tempat juga terbilang gratis. Ya, banyak lah pertimbangannya,” terang Iwan selaku ketua panitia Muskot PPMI DK Surabaya.
Acara ini tetap berjalan lancar meski sempat terjadi pemoloran waktu yang cukup lama dikarenakan banyak peserta yang belum hadir. “Kita mau mulai itu gimana, lah wong peserta yang hadir baru sedikit. Sedangkan acara pertama kita itu ada tampilan dari Teater Lampah Unsuri. Kan lebih enak kita lihat bareng-bareng,” jelas Iwan. Selain menunggu peserta yang hadir, cuaca yang kurang mendukung juga menyebabkan pemoloran waktu lagi dan beberapa acara yang ada di rundown harus di-cancel. Iwan juga menuturkan bahwa selain pemoloran waktu dan cuaca yang kurang mendukung, miskomunikasi antara panitia satu dengan panitia lain juga terjadi. Ini terlihat jelas ketika sidang tata tertib dan AD/ART PPMI, kurangnya persiapan membuat sidang dilakukan dari awal lagi.
Pemilihan Sekjend PPMI DK Surabaya diambil dari pengurus yang kriterianya sudah memenuhi sesuai dengan yang ada di AD/ART. Dan untuk pengambilan suara sendiri diambil dari LPM yang hadir pada acara Muskot tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang dituturkan oleh Iwan, “Periodenya sudah habis, sekurang-kurangnya 12-14 bulan dan Sekjendnya harus segera diturunkan. Kita mencari Sekjend yang baru, dan untuk calon-calon Sekjend diambil dari Pengurus yang sudah memenuhi kriteria di AD/ART.”
Iwan juga menuturkan harapan-harapan ke depannya untuk acara Muskot selanjutnya lebih baik lagi dari acara Muskot kali ini. “Ya yang pastinya saya dan panitia yang lain mengharapkan untuk acara Muskot tahun-tahun ke depannya lebih baik dan lebih meriah lagi. Walaupun acara kali ini juga terbilang meriah tapi masih banyak sekali kekurangannya,” ujar Iwan. Selain itu, Iwan juga mengungkapkan bahwa dirinya dan panitia lain banyak belajar dari acara Muskot kali ini seperti bagaimana cara memimpin sidang, dan lain-lain. (Ard/And)