Bukan Kartini
SASTRA

Bukan Kartini

Oleh: Moh. Roif*

Menuntun langkah di kota istimewa Yogyakarta adalah impian Ariza, yaitu dengan menjadi mahasiswi di salah satu universitas di sana. Namun hal itu sepertinya mustahil bagi Ariza yang sudah bertunangan dengan sepupunya. Bisakah ia mengejar impiannya untuk melanjutkan jenjang perguruan tinggi di kota Yogyakarta? Masih dalam tanda tanya.

Pagi itu, Ariza yang seperti biasa duduk di serambi masjid. Ia melihat matahari tak begitu terang. Sinarnya tertutup mendung. Ariza mencari-cari sinar matahari itu untuk sekedar menghangatkan tubuhnya. Tak lama berselang, hujan datang. Ariza berlari untuk berlindung dari air hujan yang dapat membasahi dirinya. Pada saat itu juga, Ariza teringat pada mimpi semalam, usai sholat tahajud. Ia bermimpi tentang garis yang tergambar pada telapak tangan sebelah kiri yang menunjukkan bahwa hidupnya akan tersesat pada jalan yang benar, apa maksud dari semua itu Ariza pun tidak mengerti dan takut untuk menanyakan kepada yang paham mengenai mimpi.

Lalu hujan tampaknya suda reda walau masih ada sisa rintik-rintik yang berjatuhan, dan Ariza pun melihat matahari memancarkan sinar yang seakan tersenyum padanya. Ariza segera menghangatkan tubuhnya, setelah itu langsung kembali menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, Ariza menuju kamar mengambil surat kelulusan di almari. Surat itu diberikan gurunya di sekolah, untuk ditunjukkan kepada kedua orang tuanya, sekaligus meminta restu untuk  melanjutkan kuliah. Ariza termotivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan, salah satunya karena miris melihat orang-orang kampung yang menjadi tempat hidupnya sejak kecil ini, belum ada yang menjadi sarjana. Rata-rata lulus Sekolah Dasar (SD), sebagian lagi Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan segelintir orang termasuk Ariza lulusan sekolah Menengah Atas (SMA).  Banyak juga dari mereka yang langsung menikah.

Shofia, ibu Ariza, memang orang yang selalu berpikir pendek, “Mau jadi apa nanti?” kata-kata itu menyakiti hati Ariza. Ibunya meminta agar ia membatalkan niat baik itu. Dengan alasan tidak ada biaya yang cukup, apa lagi Ariza sudah bertunangan.

Marzuqi, bapak Ariza hanya bekerja sebagai petani yang tak berpenghasilan banyak. Meskipun ia orang yang selalu mengerti keinginan Ariza, apalagi ia juga melihat fakta bahwa nilai Ariza yang sangat bagus-bagus, pun memohon maaf karena belum mampu membiayai kuliah Ariza. “Semua orang tua ingin membahagiakan anaknya. Tapi marilah berpikir sejenak anakku, jangan melihat ke atas. Kita orang tak punya, khawatir nanti kamu kesandung batu-batu jika kamu tidak melihat ke bawah. Apalagi kamu sudah cukup lama bertunangan, lalu kapan nikahnya, kalau kamu masih ingin kuliah?” ujar Bapaknya. Setelah itu Shofia juga, membenarkan apa yang disampaikan suaminya, dan menyarankan Ariza untuk segera menikah, agar cepat punya uang yang banyak setelah acara pernikahan.

Bagi masyarakat Madura di kampung Ariza sendiri, pernikahan menjadi bisnis yang paling gampang untuk mendapat uang banyak. Itu alasan kenapa di kampung Ariza banyak yang dinikahkan pada usia yang sangat muda.

Ariza terdiam sejenak, mencoba menenangkan diri untuk bisa meyakini keduanya bahwa ia bisa,

“Bapak, Ibu, terimakasih selama ini telah menyayangi Ariza, bukan karena Ariza tidak mau patuh, Tapi apakah kita akan terus bertahan dengan keadaan seperti ini. Walau kita orang tak punya dan meski aku sudah bertunangan, tetapi aku ingin kuliah seperti anak-anak pejabat negara. Apakah salah jika aku melihatnya sebagai cermin bahwa aku juga bisa, jika aku melihat ke bawah siapa yang harus dilihat. Mereka tak punya keinginan sepertiku.” Ia mencoba menjelaskan.

“Orang-orang di kampung ini terlalu fanatik pada pernikahan, banyak para orang tua bersikeras untuk menikahkan anaknya di usia yang sangat muda, aku tidak ingin seperti mereka, Bapak, Ibu,” Air mata Ariza mengalir deras dan mengungkapkan semua perasaannya.

Mendengar ungkapan Ariza, wajah kedua orang tuanya ikut tenggelam bersama kesedihan Ariza.

Apalagi bapaknya yang sangat menyayanginya dan ingin sekali untuk Ariza bisa melanjutkan pendidikan. Kemudian, bapak Ariza mengatakan akan konsultasi pada gurunya di sekolah. Mendengar ungkapan itu, Shofia langsung marah-marah tidak setuju, lalu beranjak dari ruang tamu meninggalkan mereka berdua. “Pokoknya Ariza harus menikah!” suara ibunya terdengar di kejauhan.

Ariza terus menangis, bapaknya merangkul dan menyuruh Ariza untuk tidak menangis lagi dan berjanji akan membujuk ibunya, mendengar hal itu Ariza langsung menghapus air matanya. Keesokan hari, kedua orang tuanya sudah saling sepakat dan mendatangi sekolah untuk bertemu Kepala Sekolah (Kepsek). Ketika sampai di sekolah, Kepsek sedang berada di tempat lobby dan senang menyambut kedatangan mereka. Dengan senang hati mereka dipersilakan duduk di ruang tamu yang tak begitu jauh dari tempat lobby. Ruang itu penuh dengan percakapan. Setelah itu, kepala sekolah meminta salah satu siswa untuk memanggil guru Bimbingan Konseling (BK) untuk mendatangi kepala sekolah di ruang tamu.

Tak lama kemudian, guru BK datang, dan menjelaskan bahwa Ariza sangat disayangkan jika tidak sampai melanjutkan pendidikannya, orangnya cerdas, berprestasi, sangat rajin dan tidak pernah tercatat sebagai siswa bermasalah, apalagi Ariza juga salah satu siswi yang bisa mengikuti jalur undangan.

Mendengar pernyataannya, kedua orang tua Ariza menjelaskan bahwa anaknya sangat ingin melanjutkan kuliah, namun yang menjadi beban bagi mereka adalah tidak adanya biaya yang cukup. Setelah itu kepala sekolah dan guru BK menerangkan, untuk tidak memikirkan masalah biaya, karena akan banyak beasiswa untuk Ariza ikuti nantinya kalau sudah diterima di salah satu universitas.

Selesai itu semua, kedua orang tua Ariza langsung pamit untuk pulang dan mempertimbangkan hal ini di rumah. Satu jam mereka sampai di rumah, Ariza langsung di panggil oleh bapak dan ibunya, untuk membahas keputusan dengan syarat yang harus Ariza terima. Di ruang tamu terjadi perbincangan serius antara Ariza dan kedua orang tuanya. Akhirnya Ariza mendapat izin dan restu melanjutkan kuliah walau dengan syarat yang harus Ariza tanggung seorang diri.

Orang tua Ariza mengatakan, jika Ariza keterima hanya bisa membiayai di awal pendaftaran saja,jika tidak, maka mengharuskan menikah. Perasan berat dan senang teraduk menjadi satu, Ariza sepakat dengan syarat itu.

Ariza langsung pergi ke Warung Internet (Warnet) yang tidak begitu jauh dari rumahnya, untuk segera mendaftarkan diri di Perguruan tinggi negeri Universitas Gadja madah (UGM) Yogyakarta, yang merupakan salah satu kampus ternama di Indonesia.

Hampir satu bulan Ariza menunggu pengumuman tiba, dan pukul lima sore ini hasilnya akan menentukan Ariza diterima atau tidak. Jam sudah menunjukkan pukul 16.56 WIB. Empat menit lagi ia bisa mengetahui hasilnya. Waktu terus berjalan, dan sampailah pada jam yang di tentukan. kedua orang tua Ariza menghampirinya.. Kemudian Ariza segera membuka dengan memasukkan kode di alamat website-nya, lalu loading…terus berputar, jantung Ariza dag-dig-dug menunggu loading yang membuat penasaran, Ariza berdoa dalam hatinya semoga diterima, agar keinginannya tercapai dan tidak segera dinikahkan dengan sepupunya itu. Setelah terbuka, tanda merah yang muncul tertulis, “Mohon maaf anda tidak lolos seleksi.” Ariza menangis dan berteriak, “Tidak mungkin!!”

Ia pun langsung tak sadarkan diri. Kedua orang tuanya panik dan langsung membawanya ke rumah sakit. Ariza sudah di rumah sakit, tangannya disuntik dan diulurkan selang. Ariza belum sadarkan diri, kedua orang tuanya menangis. Dua jam Ariza baru bisa membuka matanya. Ia memohon pada bapak dan ibunya untuk jangan dulu dinikahkan, ia meminta supaya diberi kesempatan oleh keduanya, untuk mencoba di jalur yang berbeda yang akan di buka seminggu lagi, air matanya terus mengalir memohon pengertian dari keduanya.

Tak lama kemudian, teman-teman sekolahnya datang menjenguk Ariza, untuk memberi kabar bahwa Ariza lolos seleksi, namun Ariza merasa itu hanya rayuan teman-temannya untuk menenangkannya. Ariza menyuruh mereka pergi, mengatakan mereka berbohong. Ia pun menangis lagi.

Orang tua Ariza meminta teman-temannya untuk pergi. Tapi Riska, sahabat Ariza, menunjukkan bahwa Ariza benar-benar lolos, hanya saja tadi servernya ada gangguan karena begitu banyak orang-orang yang membuka, mendengar hal itu orang tua Ariza sangat bahagia, dan langsung memperlihatkan pada Ariza. Ariza tercengang melihatnya, ia langsung mencopot selang di tangannya, dan langsung memeluk Riska dan teman-teman yang lain.

#####

Kurang lebih tiga tahun setengah, Ariza menyelesaikan kuliahnya dengan IPK tertinggi dan wisudawati terbaik. Ia juga mendapatkan beasiswa melanjutkan S2 ke luar negeri. Cita-citanya ingin menjadi Kartini di era revolusi indusri 4.0, Ariza sangat senang menjunjung tinggi nilai-nilai gender.

“Menata hidup dengan kemandirian bukanlah suatu masalah jika kita bermodal keyakinan. Saya  bukanlah seorang perempuan yang dengan mudah menyerahkan diri pada hidup. Impian apapun akan tercapai dengan syarat memilih dan menentukan hidup, ke mana akan beranjak mengejar mimpi-mimpi. Tuhan sebagai pengabul doa dari hamba yang meminta, disertai usaha dan ketekunan untuk menentukan target hidup,” Ariza berpesan pada peserta di sebuah seminar.

 

*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya semester 2, saat ini menjadi anggota Maganger LPM Solidaritas 2019

 

Sumber gambar: http://www.go2.centroone.com/News/Detail/2017/4/21/16393/-makam-ra-kartini-diresmikan-jadi-wisata-ziarah-nasional-

Post Comment