Bukan Semata Untuk Keamanan, tetapi Keindahan
FEATURES

Bukan Semata Untuk Keamanan, tetapi Keindahan

mediasolidaritas.com – Di awal tahun 2019, kampus UIN Sunan Ampel Surabaya semakin terlihat elok. Pagar setinggi tiga meter dan tebal lima belas sentimeter ini tampak berdiri kokoh mengelilingi kampus. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan, pagar beton ini dapat  direalisasikan. Meski belum disolek dengan cat.

Seiring dengan selesainya proyek pembangunan pagar kampus, beberapa alasan dibaliknya pun bermunculan.

“Soalnya sering juga temanku, berangkat taruh sini, pas istirahat mau makan ilang (helm, red). Cuma enggak tahu lagi sih, alasannya kadang ditutup karena itu kan  kantin baru. Kan itu ada kantin, itu takutnya apa kalah saing, kan itu masuk luar, kalau di sini kan dalam, maksudnya pihak kampus,” ujar Ismi Kholidhr, mahasiswi semester enam Prodi Arsitektur.

Dengan dibangunnya pagar ini, beberapa ‘gang tikus’ yang menjadi akses ke kampus bagi mahasiswa pejalan ditutup. Sebelumnya, ada tiga ‘gang tikus’ yaitu Gang Dosen, Gang Adab, dan Gang Pesmi (Pesantren Mahasiswi). Namun, dari ketiganya hanya Gang Dosen yang masih dipertahankan, bahkan dipercantik. Pagar besi lama diganti dengan yang lebih tinggi dan memiliki akses pintu masuk dan keluar yang dibuka. Kabar baiknya mahasiswa tidak perlu berebut, antara yang ingin keluar dan masuk kampus.

Kabar lain, khususnya dampak dari ditutupnya Gang Pesmi.

“Menurut saya, ini menyusahkan kita ya, karena setiap hari Sabtu dan Minggu Gang Dosen juga tutup, kita mau cari makan susah, harus lewat depan, muternya jauh.” ungkap N, mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik semester dua yang saat ini menetap di Pesmi.

Pendapat yang serupa juga diutarakan oleh Nur Cholis Shofi, mahasiswa Teknik Lingkungan (20),

“Dari saya sendiri sih, kurang adanya jalur buat kita akses terdekat, kan Gang II bisa langsung akses ke Gang Lebar, jadi tidak perlu ambil motor terdahulu muter dari jalan yang besar itu (jalan utama, red), ujarnya.

Tidak hanya ‘gang-gang tikus’ yang ditutup, tapi juga celah-celah kecil yang menjadi akses mahasiswa untuk membeli makanan pada warga sekitar. Salah-satunya adalah jendela kecil berukuran tak lebih dari 50 x 50 cm milik Puji Sumarwiati (50), warga penjual makanan. Setelah penutupan celah tersebut, Puji mengaku telah menghadap pihak rektorat di lantai enam untuk bernegosiasi. Tapi karena alasan keamanan pihak rektorat tetap menutupnya.

Jendela warung Puji Sumarwiati yang telah ditutup

“Untuk keamanan kampus saya sudah komitmen. Saya belikan rantai dan gembok, meskipun mereka tidak meminta. Kampus ini juga rumah saya,” ujar Puji kepada Solidaritas sembari terisak.

“Harapan saya, walaupun kecil saya cuma ingin diberi lubang atau kalaupun boleh. Agar difasilitasi berjualan di dalam, meskipun harus membayar sewa,” tambahnya.

Menanggapi berbagai alasan dibalik dibangunnya pagar beton yang mengelilingi kampus dan reaksi warga penjual makanan seperti Puji, Elly Fatmawati selaku bagian Keuangan Umum turut berkomentar.

“Ditutup karena berkaitan dengan sisi keindahannya kan enggak bagus, itu yang pertama. Yang kedua adalah kepentingannya itu, jadi gini kepentingan UIN yang bagus ini hanya karena itu kan jadi jelek. Kalau transaksi keamanan ibu rasa paling kan barang-barang kecil. Kalau barang kecil kan temen-temen memang harus waspada,” ujarnya (04/03/19).

Terkait dengan keluhan mahasiswa yang merasa kesulitan mencari makan di luar kampus, Elly menyarankan bagi mahasiswa yang ingin dilayani oleh kantin terutama pada hari libur. Harus ada komitmen dari mahasiswa untuk membeli makanan di sana.

Menurutnya alasan mengapa kantin tidak beroperasi maksimal karena yang beli tidak terlalu banyak. Untuk warga yang berjualan di area kampus, khususnya yang memanfaatkan celah-celah kecil sebagai sarana jual beli. Pihak kampus sudah melakukan sosialisasi terkait penutupan celah-celah kecil dan ‘gang tikus’ di area kampus jauh-jauh hari sebelum pembangunan pagar. (Krs/Imf/Dns/Mrf/Jhn)

 

 

 

Post Comment