Dari Kapal Perang ke Monumen Kebanggaan Surabaya
FEATURES

Dari Kapal Perang ke Monumen Kebanggaan Surabaya

Dalam proses perkembangan zaman banyak meninggalkan kisah dan peristiwa yang menarik, mengharukan dan penuh perjuangan. Tidak hanya di luar negeri, di Indonesia mempunyai beberapa cerita yang menjadi saksi bisu peristiwa bersejarah dalam perkembangan Indonesia. salah satunya adalah Monumen Kapal Selam (Monkasel) tempat bersejarah di Surabaya.

Sesuai yang juga dijelaskan dalam Vidio Rama, sebuah tempat pemutaran film sejarah di sebelah monumen, Monkasel dulunya adalah kapal selam Kapal Republik Indonesia (KRI) Pasopati 410, salah satu armada Angkatan Laut Republik Indonesia buatan Uni Soviet tahun 1952. Kapal selam ini bahkan pernah dilibatkan dalam Pertempuran Laut Aru untuk membebaskan Irian Barat dari pendudukan Belanda. Monkasel terletak di Embong Kaliasin,
Genteng, Surabaya.

“Panjang dari kapal selam adalah 76 meter dengan lebar 6,3 meter dan terdapat 7 ruangan”, ungkap Amri Selaku Staf Monkasel ketika diwawancarai Solidaritas. Kapal Selam dibawa ke darat dan dijadikan monumen untuk memperingati keberanian pahlawan Indonesia.

KRI Pasopati sedang bersandar di pelabuhanSabang, 1974

Monkasel diresmikan pada Sabtu 27 Juni 1998 di Surabaya. Kapal selam ini dibawa ke tengah Surabaya dengan cara dipotong menjadi 16 bagian. Lalu dibawa ke area Monkasel dan dirakit kembali. Monumen berada di Jalan Pemuda, tepat di sebelah Plasa Surabaya. Untuk bisa berkeliling dalam Monkasel, akan dikenakan biaya tiket masuk Rp. 10.000,- . Jika berkunjung ke tempat wisata monumen, akan ditemani oleh seorang pemandu lokal, Monkasel buka pada pukul 08.00 WIB hingga 21.00 WIB.

Selain fasilitas Vidio Rama yang bisa dinikmati pengunjung selama 15-20 menit, di sekitar Monkasel juga terdapat wahana pemandian. Jika berkeinginan untuk memasuki wahana tersebut pengunjung bisa merogoh kocek sebesar Rp. 8000,-. Pengunjung juga dihibur dengan music live di cafe yang ada di sebelah Monkasel yaitu Moncafe.

Berkunjung ke Monkasel tentunya tidak hanya berwisata saja, namun juga bermaksud menggali pengetahuan dan mengetahui sejarah. Banyak pengunjung dari luar kota maupun pulau, anak-anak hingga dewasa, seperti ucapan salah satu pengunjung dari Banda Aceh, “Belajar pada masa lalu dan bisa berubah untuk lebih baik lagi”, pungkas Dila, dirinya menyempatkan berkunjung sebelum meneruskan perjalanannya ke Pare Kediri.

Pengunjung Monkasel saat sepi mencapai 200 orang dan mencapai 1000 orang saat hari libur tiba. Semakin banyak pengunjung, semakin bertambah pemasukan untuk monumen kapal selam. Pemasukan atau pendapatan Monkasel tidak hanya dari monumen kapal selam dan tempat pemandian, tetapi pendapatan dapat diperoleh dari orang berjualan di dalam area monumen. Selain itu juga, pendapatan diperoleh dari penyewaan untuk foto pre-wedding atau acara musik.

“Pengunjung rame saat liburan. Berjualan di sini menguntungkan kalau tidak menguntungkan tidak saya lanjutkan.” Ucap Kusmei, salah satu penjual makanan di area Monkasel. Pendapatan yang didapat oleh Monkasel digunakan untuk pembenahan internal. Pembenahan kapal dilakukan satu tahun sekali.

Pendapatan yang didapat monumen kapal selam tidak diberikan ke negara, karena berdiri sendiri. Monkasel tidak dapat bantuan dari pemerintahan kota dan tetap membayar pajak. Kapal selam tersebut diberikan oleh Satuan Kapal Selam (SATSEL). Pendapatan Monkasel satu bulan bisa mencapai 130 juta dan bisa lebih.” Tutur Wulan selaku Kaor Buku. Dirinya menambahkan bahwa pendapatan itu murni dari pengunjung.(vik/wij/aul)

Post Comment