Aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil kembali melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung Negara Grahadi pada Senin (24/03). Masa yang awalnya menyampaikan orasi bergantian berakhir ricuh yang menyebabkan penyemprotan water canon oleh aparat kepolisian.
Anggun Zifa Anindia selaku Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga mengungkapkan aksi ini murni hasil konsolidasi terkait problematika dan keresahan masyarakat.
“Aksi ini dikarenakan Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja, sehingga menggerakkan hati nurani setiap elemen masyarakat untuk menyuarakan keresahannya,” ujar mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi itu.
Demontrasi ini disinyalir merupakan buntut dari aksi yang dilakukan mahasiswa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur pada Senin (17/02) lalu.
Sebelumnya, Musyafak selaku Ketua DPRD Jatim telah menandatangani hasil unjuk rasa yang dilakukan aliansi mahasiswa dan bersedia menolak adanya multifungsi TNI/Polri dalam sektor sipil karena melenceng dari cita-cita Reformasi Indonesia.
Pada kenyataannya pada Kamis (20/03) lalu telah disahkan Revisi Undang-Undang TNI pasal 47 terkait perluasan Lembaga yang dapat dimasuki TNI di ranah sipil oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Saya menghormati TNI sebagai penjaga kedaulatan negara tapi saya menolak segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang mengkhianati Reformasi,” tutur Anggun.
Anggun menjelaskan bahwasannya reformasi yang sudah dipertahankan selama 27 tahun telah dikhianati dengan ketokan palu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Ia menyayangkan hal tersebut dikarenakan seharusnya TNI yang menjadi garda terdepan pertahanan negara dan bukan alat politik.
Menurut Brilly, salah seorang masa aksi menuturkan mahasiswa dan masyarakat sipil merasa demonstrasi yang dilakukan di depan gedung DPRD Jatim tidak membuahkan hasil sehingga demo kembali dilakukan dengan menggeser tempat di depan Grahadi.
“Alasan masyarakat Surabaya terutama masyarakat sipil ada di sini (red, Gedung Grahadi) karena aksi-aksi sebelumnya yang dilakukan rekan mahasiswa tidak membuahkan hasil dan tidak ada tindak lanjut,” ujar Brilly, salah satu masyarakat sipil yang turut melakukan aksi.
Poin-poin tuntutan yang disampaikan dalam demo hari ini yaitu menolak RUU TNI yang sudah disahkan, menolak perluasan TNI di ranah sipil, mencabut TNI aktif dari jabatan sipil, mengembalikan TNI ke barak, menarik seluruh militer dari tanah Papua, merevisi peradilan militer, membubarkan komando teritorial, dan terakhir menolak perluasan TNI di ranah siber.
Salah satu poin yang disampaikan oleh aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil di aksi demontrasi hari ini yaitu membahas mengenai implikasi dari pelaksanaan UU TNI.
“Secara eksplisit RUU TNI tidak mengatur terkait dwifungsi TNI, tetapi RUU TNI memungkinkan TNI semakin merajalela menduduki jabatan pemerintah,” ungkap Brilly.
Brilly juga menambahkan bahwa ia dan masyarakat sipil lainnya akan terus mengawal UU TNI hingga dibatalkan. Ia berharap kepada Prabowo Subianto untuk menarik kembali RUU TNI ini yang sudah disahkan oleh DPR Republik Indonesia.
“Harapannya selama 30 hari masa pengundangan, Prabowo dapat menarik pengesahan UU TNI tersebut,” tutupnya.
Brilly menegaskan apabila tidak ada tindak lanjut dari pihak berwenang maka aksi demontrasi ini akan kembali dilakukan oleh rekan mahasiswa ataupun masyarakat sipil hingga UU TNI benar-benar dicabut oleh Presiden Republik Indonesia.
Penulis : Tabi’ina Alfi Rohmah, Naufal Hazmy Amru
Editor : Dewi Aisyah