MediaSolidaritas.com – Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya menggelar agenda Rukyatul Hilal untuk menentukan 1 Ramadhan 1446 H pada Jumat (28/2) di Observatorium UIN Sunan Ampel Surabaya, Twin Tower B (Rooftop Lantai 10). Meski saat pelaksanaannya diguyur hujan, tidak menyurutkan antusias peserta mulai dari mahasiswa dan masyarakat umum untuk mengikuti pengamatan hilal secara langsung.
Para peserta yang hadir diarahkan ke lantai 9 untuk mengikuti kajian Rukyatul Hilal yang disampaikan oleh M. Akbarul Humam, lulusan terbaik S2 Ilmu Falak. Kajian sore itu membahas sejarah dan teori teleskop dalam pengamatan hilal.

Dalam pemaparannya, ia menjelaskan bahwa teleskop pertama kali dikembangkan oleh Galileo Galilei pada tahun 1609 untuk mengamati benda langit. Kemudian sejak abad ke-18, teleskop mulai digunakan dalam Rukyatul Hilal guna meningkatkan akurasi pengamatan.
Bilqis Ramadhana Atturaibi selaku Ketua Pelaksana menyampaikan bahwa kajian Rukyatul Hilal ini merupakan sebuah agenda rutin yang diadakan setiap bulan.
“Kajian ini dilaksanakan tiap bulannya. Syawal mengadakan, Dzulhijah mengadakan. Tetapi yang paling banyak diminati saat Bulan Ramadhan, karena untuk menentukan puasa tarawih kita dan juga awal puasa Ramadhan,” jelas Bilqis.
Tidak hanya materi terkait sejarah dan teori saja, para peserta juga diberikan wawasan mengenai metode hisab dan rukyat dalam menentukan awal bulan hijriah. Selain itu, kajian ini juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengamatan hilal.
Berdasarkan hasil pengamatan, hilal terpantau dengan ketinggian rata-rata 5 derajat 20 menit melalui sebuah aplikasi. Namun, pengamatan langsung menunjukkan ketinggian sekitar 3 derajat, yang berada di bawah standar minimal 4 derajat untuk visibilitas hilal dengan mata telanjang. Sedangkan standar yang ditetapkan oleh MABIMS (Brunei, Malaysia, Indonesia, dan Singapura) adalah 6 derajat.
“Hari pertama umumnya 5 derajat, standart MABIMS adalah 6 derajat, kalau melihat langsung dengan mata telanjang minimal 4 derajat. Tetapi hari ini cuaca tidak mendukung jadi 3 derajat,” jelas Adinda, salah satu peserta dari Prodi Ilmu Falak.
Meskipun pengamatan hilal terkendala hujan, peserta tetap antusias mengikuti agenda ini. Salah satu peserta mengaku ini adalah pengalaman pertamanya mengikuti Rukyatul Hilal secara langsung. Pengalaman ini membuatnya lebih memahami penentuan awal bulan hijriah dilakukan secara ilmiah.
“Pertama kali mengikuti dan mendapatkan ilmu terkait bagaimana mengamati hilal itu, banyak pengalaman bagaimana proses Rukyatul hilal berlangsung yang mana proses ini menggunakan alat teleskop dan membutuhkan waktu yang lama,” tutur Elvia, salah satu peserta dari Prodi Bahasa dan Sastra Arab.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam kepada mahasiswa dan masyarakat tentang Rukyatul Hilal. Selain itu, acara ini menjadi wadah bagi mahasiswa Ilmu Falak untuk menerapkan teori yang telah dipelajari diperkuliahan ke dalam praktik lapangan.
Ketua pelaksana menyampaikan bahwa kegiatan ini juga bertujuan untuk membranding Prodi Ilmu Falak itu sendiri.
“Minimal mahasiswa UINSA sendiri mengetahui kalau ada prodi Ilmu Falak,” tegas Bilqis. Harapannya dengan adanya kegiatan ini Prodi Ilmu Falak akan lebih banyak diminati.
Reporter: Ratna Vebrilian & Rizka Fitri A.
Editor: Istiana Agus Saputri