MediaSolidaritas.com – Senyuman lebar nampak dari 732 wisudawan yang hadir di gedung Sport Center Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Mereka masing-masing memakai toga, dengan warna gordon yang berbeda-beda.
Terdapat warna hitam, ungu, kuning, dan berbagai warna lain. Warna-warna tersebut menggambarkan asal fakultas mereka.
Sidang wisuda ke-99 UINSA dimulai dengan dipandu oleh Master of Ceremony (MC). Rektor UINSA, Masdar Hilmy nampak sigap untuk menyalami para wisudawan/wisudawati yang dipanggil satu per satu oleh MC.
Para wisudawan/wisudawati pun bersiap-siap dengan merapikan toga mereka sebelum menaiki podium.
Nampak pula dekan dari masing-masing Fakultas menyerahkan ijazah di ujung podium. Namun, semua pemandangan itu berubah ketika salah seorang mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) dipanggil namanya.
Ia adalah Syahza Purwati Yuda. Wisudawan sarjana asal FSH.
Ketika namanya dipanggil, Dekan FSH Masruhan serta Rektor UINSA terlihat turun dari podium. Prosesi penyerahan ijazah itu dilakukan di bawah podium.
Alasannya, Syahza atau sasa sapaan akrabnya, harus menggunakan bantuan kursi roda. Sehingga, tidak bisa dilakukan di atas podium.
Perempuan asal Madiun ini telah divonis kanker ovarium stadium tiga saat menduduki semester delapan.
Sasa, semasa kuliahnya cukup aktif mengikuti pramuka dan menjadi dewan pada semester tujuh.
Sebelum Covid-19 menyerang, sewaktu kuliah dulu ia tinggal di rumah saudara sebab letak rumahnya jauh dari kampus.
Anak perempuan pertama dari dua bersaudara itu lulus di semester sepuluh. Tetapi sidang munaqasah pada semester Sembilan. Jadi wisudanya mengikuti semester genap.
Munaqasah adalah proses persidangan karya ilmiah hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai salah satu syarat penyelesaian kuliah dan meraih gelar sarjana.
Sasa bercerita jika penyusunan skripsinya baru ia mulai saat mamasuki semester delapan awal. Dari mengajukan judul, Seminar Proposal (Sempro) dan sebagainya.
Selesai Sempro ia mengatakan, dirinya sempat sakit, sehingga tertunda dalam mengerjakan skripsinya.
Satu tahun lalu, tepatnya di bulan Mei (2021, red) Sasa berterus terang jika ia baru mengidap kanker yang saat ini sedang dideritanya.
Perjuangan menyusun skripsi dengan sakit yang Sasa rasakan tidak mudah baginya. Dari merasa tidak enak hati terhadap orang tuanya sebab dirinya belum bisa lulus sesuai target atau tepat waktu.
Sewaktu sakit gadis asal Madiun itu mengaku pernah menjalani operasi dan pengobatan. Setelah operasi yang dijalaninya, ia melanjutkan kemoterapi.
Dan kebetulan sesudah itu kondisi kesehatannya mulai membaik. Sasa memanfaatkannya sambil mengerjakan skripsi yang belum dituntaskan.
Awal januari lalu, seusai pengobatan Sasa mulai bimbingan dengan ke rumah dosen pembimbing sampai pada akhirnya Sasa bisa munaqasah di awal Februari.
Setelah berjuang menyelesaikan skripsi dan sidang munaqasahnya, tidak terduga bahwa Sasa kembali jatuh sakit. Dengan keadaan yang semakin memburuk.
Hal itu membuatnya lumpuh hingga saat wisuda ia harus memakai kursi roda.
“Sudah qodarullah, kehendak Allah tetapi sebagai manusia saya berharap bisa sembuh kembali. Mohon doanya saja. Insyaallah mau operasi lagi di awal bulan juli. Semoga nanti bisa dipermudah dan bisa beraktivitas seperti sedia kala,” ujar Sasa dengan penuh optimis ketika ditanya apa ada kemungkinan untuk sembuh dari penyakitnya.
Prosesi sidang wisuda yang pada awalnya dipenuhi dengan rasa bahagia atas berbagai perjuangan para mahasiswa untuk menyelesaikan studinya, berubah menjadi momen haru ketika sasa dibantu untuk maju kedepan menerima ijazahnya.
Sembari menerima ijazahnya, nampak wajah terharu dari Rektor UINSA serta Dekan FSH. Setelah prosesi tersebut, Sasa nampak menuju barisan belakang wisudawan/wisudawati.
Disana, ia menemui ibunya, yang sudah menunggu anak sulungnya tersebut menerima ijazah kelulusan.
Suasana tangis pecah ketika sang ibu nampak bangga anaknya berhasil menyelesaikan studinya di tengah keterbatasan yang dialami. Walaupun begitu, Sasa dapat membuktikan pada semuanya jika ditengah keterbatsan fisiknya tidak menghentikan mimpinya menjadi sarjana.
“Harapannya setelah sembuh pengen bagaimana caranya saya bisa membalas budi orang tua saya, yang sudah merawat saya. Karena saya nggak bisa ngapa-ngapain. Mandi dimandiin, duduk harus dibantu, kalo tidur miring harus dibantu. Jadi bagaimana caranya saya bisa membalas jasa orang tua saya,” ungkapnya saat ditanya harapannya setelah sembuh dari sakit yang sedang dialaminya. (alm)