MediaSolidaritas.com – Telah beredar postingan pada sebuah akun TikTok terkait adanya dugaan Pungutan Liar (Pungli) yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya pada Rabu (29/01). Dugaan Pungli tersebut diperuntukkan kepada para Yudisium ke-37 & 38.
Menanggapi beredarnya berita tersebut, Wadek III Bidang Kemahasiswaan FEBI, Achmad Room Fitrianto mengungkapkan bahwa pada agenda Yudisium pihak Fakultas hanya memberikan anggaran konsumsi/snack serta fasilitas peminjaman gedung saja. Terkait iuran tersebut, Room menegaskan bahwa Fakultas tidak menerima uang iuran sepeserpun.
“Fakultas hanya menyediakan anggaran untuk konsumsi dan fasilitas peminjaman gedung. Yang lainnya (iuran, red) silakan diverifikasi ke sumbernya,” tegas Room saat diwawancarai di Gedung FEBI pada Senin (03/02).
Adanya iuran tersebut disinyalir merupakan inisiatif dari kepanitiaan yudisium yang terdiri dari para mahasiswa. Room menjelaskan bahwa hal ini bukan termasuk pungutan liar karena tidak masuk pada income lembaga. Selain itu, pengadaan iuran sejumlah Rp50.000 diungkapnya telah menjadi tradisi sejak yudisium-yudisium sebelumnya.
“Ini bisa disebut pungutan apabila penggunaannya untuk sumber income lembaga, kalau mereka (fakultas/lembaga, red) tidak mengeluarkan apapun statement untuk mengarah ke sana, bahkan memfasilitasi sebagian apa yang dibutuhkan artinya lembaga sudah melakukan fungsinya untuk memfasilitasi,” imbuh Room.
Ulil Absor, Magister Ekonomi Syariah mengaku sempat terjadi pro dan kontra diantara peserta yudisium lantaran tidak seluruhnya menyetujui adanya iuran tersebut.
“Tidak ada sistem polling atau sesi diskusi untuk meminta persetujuan dari kami sehingga tidak diketahui berapa anak yang setuju dan berapa yang tidak setuju,” jelas pria yang akrab disapa Ulil tersebut.
Selain itu, pihak panitia juga tidak melakukan transparansi terkait penggunaan dana iuran. Sehingga banyak peserta yudisium yang melakukan protes.
“Setelah kami melakukan pembayaran baru dikasih tahu uang itu buat apa saja, tapi itu sudah akhir banget pengumumannya setelah deadline pembayarannya berakhir dan kami sudah pada bayar,” jelas Nuril Kamiliyah, Magister Ekonomi Syariah.
Menanggapi adanya protes, pihak Fakultas pun mengadakan pertemuan yang menghasilkan beberapa keputusan, di antaranya regulasi yudisium kali ini merupakan pertama kalinya dari FEBI yang menggabungkan mahasiswa S1 hingga S3 dan perwakilan dari peserta yudisium memohon kepada pihak Fakultas agar anggaran yudisium kedepannya tidak terbatas untuk konsumsi saja sehingga tidak menimbulkan adanya iuran yang memberatkan mahasiswa.
Nuril Kamiliyah menegaskan bahwa tidak mempermasalahkan terkait adanya iuran ini. Namun, kedepannya diharapkan dapat diinformasikan secara jelas dan transparan.
“Tidak apa-apa, aku tidak mempermasalahkan. Jadi ini bukan pungutan, tapi iuran,” tegas Nuril.
Sementara itu, Arfiyandi Rizqy selaku Ketua Pelaksana Yudisium ke-37 & 38 memilih untuk tidak berkomentar ketika dimintai keterangan oleh tim LPM Solidaritas.
“Mohon maaf belum bisa karena bukan ranah saya,” ucap Arfiyandi.
Reporter: Amalia Dhea, Moh. Nurul Huda
Editor: Istiana Agus Saputri