Jurnalisme Damai Sebagai Solusi Konflik
BERITA

Jurnalisme Damai Sebagai Solusi Konflik

Maraknya berita bohong (hoax) telah memberikan dampak pada masyarakat Indonesia dan dunia, konflik yang terjadi juga turut berperan atas lahirnya hoax. Kedutaan besar Amerika Serikat untuk Indonesia menyelenggarakan Pelatihan Jurnalistik untuk Mahasiswa selama 2 hari menanggapi maraknya hoax.

Solidaritas-uinsa.org—Dua puluh jurnalis kampus dari berbagai LPM di beberapa universitas di Indonesia mengikuti Pelatihan Jurnalistik untuk Mahasiswa dengan tema “Hoax dan Jurnalisme Damai”, selama 2 hari (25-26/11). Pelatihan yang bertempat di Hotel Pandanaran Semarang terlaksana atas dukungan Kedutaan Amerika Serikat untuk Indonesia.

Sesi pertama dalam pelatihan ini yaitu diskusi panel tentang hoax dan jurnalisme damai. Dua narasumber diundang sebagai panelis, Triyono Lukmantoro dan Greg Magnus Finesso. Seiring berkembangnya teknologi, hoax juga menyebar dengan begitu pesat. Salah satu yang melatarbelakangi munculnya hoax adalah konflik yang terjadi di tengah masyarakat. Seperti penuturan Triyono Lukmantoro.

“Penyebab konflik sendiri bermacam-macam, bisa karena konflik ekonomi atau kompetisi dan kepentingan kelompok-kelompok sosial, sehingga ada kecenderungan melenyapkan kompetitor  dengan berbagai cara, salah satunya hoax,imbuh Triyono.

Menurut lelaki yang menjabat sebagai Ketua Jurusan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro tersebut pada awalnya hoax tidak berkaitan dengan jurnalistik. Namun dalam beberapa waktu terakhir, hoax lebih sering dalam bentuk yang menyerupai karya jurnalistik, seperti berita.

Panelis berikutnya, Greg Magnus Finesso, menjelaskan tentang jurnalisme damai yang digunakannya ketika meliput konflik Urut Sewu yang terjadi di Kebumen Jawa Tengah. Sebagai wartawan Kompas dirinya aktif mengawal konflik yang terjadi antara petani dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tersebut sejak 2011. “Jurnalisme Damai meredam konflik antara dua belah pihak, bukan semakin memperuncing masalah,” ujarnya.

Baginya seorang jurnalis wajar jika berpihak, namun yang terpenting harus adil saat memberitakan. Dua pihak sama-sama diberikan kesempatan berbicara, “Jurnalis harus berani, keberanian ini karena benar, dan kebenaran ada sebab fakta. Tetapi harus diperhatikan tentang keselamatan, sebab tidak ada berita seberharga nyawa,” tuturnya menutup penyampaian materi.

Aliyul Himam, peserta asal UIN Sunan Ampel Surabaya, memberikan kesan terhadap acara ini, “Keren, jadi dengan banjirnya informasi saat ini seperti hoax, fake news, penting bagi mahasiswa untuk mengetahui mana yang hoax dan bukan. Sehingga bisa menjadi pemberi solusi, bukan menjadi bagian masalah,” tuturnya di akhir sesi. (mzn)

Post Comment