Solidaritas-uinsa.org—Rabu (30/8) Panitia PKK-MB Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UINSA masih menerapkan aturan perizinan liputan, yang mewajibkan wartawan pers mahasiswa meminta izin terlebih dahulu kepada Ketua DEMA FTK sebelum melakukan liputan. Hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Ali Mufrodi, Ketua pelaksana PKK-MB UINSA 2017 dan Ali Mudlofir selaku Dekan FTK. “Solidaritas enggak usah minta izin ke DEMA, langsung saja meliput,” ujarnya.
Berdasarkan rekomendasi ketua pelaksana tersebut, Dekan FTK menegaskan, “Kalau dari pihak ketuanya (Ali Mufrodi, Red) sudah mengizinkan lo kenapa dilarang. Silakan meliput,” ungkap Ali Mudlofir saat ditemui Solidaritas di kantornya (30/8). Kejadian di hari pertama PKK-MB (28/8) kembali terulang di hari ketiga (30/8). Wartawan Solidaritas yang akan mengambil foto dipersulit panitia yang melarang meliput, terjadi perdebatan antara panitia FTK dengan beberapa wartawan Solidaritas yang sudah dilengkapi Kartu Pers dan Surat Tugas Liputan. Pihak panitia bersikeras melarang untuk meliput, sedangkan waktu itu wartawan hanya mengambil foto bagian depan Auditorium.
Setelah di pagi hari mengalami kesulitan pendokumentasian, siang harinya wartawan Solidaritas diperbolehkan masuk setelah melewati perizinan yang cukup rumit. Namun hanya diberi waktu sebentar, baru masuk sekitar 2 menit dan hanya sempat mengambil 2 foto, pihak panitia datang menghampiri dan menyuruh wartawan keluar. “Kalau sudah ambil foto silakan keluar, untuk informasi lebih lanjut bisa hubungi gubernur (Ketua) DEMA atau ketua acara di luar,” ujar salah satu panitia. Pihak FTK mengaku trauma terhadap Solidaritas karena pemberitaan hari pertama PKK-MB. Namun kesulitan yang dialami wartawan Solidaritas dalam meliput kegiatan PKK-MB di FTK sudah terjadi sejak 2016 silam.
Kekecewaan terhadap panitia PKK-MB FTK diungkapkan Mohammad Iqbal, Pemimpin Umum Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Solidaritas. Menurutnya, pers tidak bisa dihalangi hanya karena hal yang tidak jelas, hal ini mengacu pada UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat 1 dan telah mendapatkan izin dari pihak Rektorat UINSA. “Seharunya jangan begitulah, Pers kami kan dilindungi UU juga dari Rektorat (mendapat izin dari rektorat, Red),” ujarnya dengan nada kecewa.
Di tempat terpisah, Moh. Mizan Asrori, Pemimpin Redaksi Solidaritas sangat menyayangkan tindakan panitia yang cenderung mempersulit kerja jurnalistik. Menurutnya kalau merasa keberatan dengan pemberitaan Solidaritas, panitia bisa mengajukan hak jawab, “Terlebih lagi penerbitan di media kami melalui proses yang sudah sesuai Kode Etik Jurnalistik. Setahu saya Solidaritas belum pernah memproduksi berita hoax,” jelasnya.
Iqbal juga berharap hal ini jangan sampai terulang pada PKK-MB tahun berikutnya. “Saya berharap jangan terulang lagi, mengingat kepentingan pers juga untuk kepentingan warga di lingkungan kampus sendiri. Siapa lagi yang akan memberitakan hal yang sebenarnya terjadi, sudah sangat sering media luar memberitakan secara sepihak tentang orientasi di UINSA, tidak cover both side kalau dalam istilah pers,” pungkasnya. (and/jhn/ain/isn)
Sumber gambar : www.jurnalmuslim.com