MediaSolidaritas.com – Tak seperti biasanya, kampus ramai dengan mahasiswa yang berlalu-lalang, hari ini dipenuhi dengan warna-warni kebaya dan batik. Pagar kampus yang dihiasi bunga-bunga mekar turut memberikan kemeriahan Awan kelabu bersenandung sendu di hari bahagia para mahasiswa yang merayakan wisudanya di Gedung KH. Saifuddin Zuhri Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Surabaya. Namun, gelak tawa bahagia para wisudawan berhasil membuat langit mengurungkan murungnya.
Pada perayaan wisuda yang ke-109 dan 110 itu suara dari sang pemandu acara menggema memanggil nama demi nama sang penyandang gelar sarjana. Ijazah demi ijazah, gelar demi gelar, telah resmi diberikan kepada para insan yang telah berhasil menyelesaikan studinya di UINSA. Di tengah kekhusyukan acara, semua mata langsung tertuju pada seorang gadis setelah pemandu acara melafalkan namanya, Rosa Aumbiya Rachma.
Saat ribuan pasang mata memandangnya, gadis yang akrab dipanggil Rosa itu hanya bisa terduduk di kursi rodanya sambil tersenyum. Dengan bantuan sang bunda, Rosa maju ke tengah panggung untuk menerima ijazahnya. Melihat keadaannya, Akhmad Muzakki selaku Rektor UINSA dengan rendah hati turun dari panggung. Ia tersenyum pada gadis berjilbab ungu itu sembari memberikan ijazahnya. Sang bunda yang setia mendampingi putrinya tersenyum bangga melihat anaknya menerima hasil yang sudah ia perjuangkan selama kurang lebih lima tahun.
Nama secantik parasnya itu merupakan seorang wisudawati dari jurusan Hukum Pidana Islam (HPI), Fakultas Syariah dan Hukum. Seperti mahasiswi pada umumnya, Rosa sangat antusias dalam mengikuti perkuliahan dan berbagai kegiatan. Namun, ambisinya harus terhenti sejenak usai mengalami kecelakaan yang membuat kemampuan motoriknya terganggu.
Izul Muhibbah selaku orang tua Rosa membagikan kronologi kecelakaan yang dialami putrinya kepada Tim Solidaritas. “Awalnya Rosa dulu pernah jatuh terus kakinya malam-malam itu kesemutan, terus kakinya enggak bisa apa-apa kayak stroke gitu, Mbak, tapi enggak lama setelah itu udah sembuh,” paparnya.
Keseharian Rosa berjalan lancar hingga ia mengalami kejadian naas yang sama saat menjalani program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Lumajang. “Pas KKN ke Lumajang itu jatuh lagi terus itu nggak bisa jalan, tapi sebelunya sempat pulang dan enggak papa terus ikut magang dan hampir selesai mungkin, baru waktu puasaan itu nggak bisa jalan,” lanjut Izul.
Sang bunda juga memaparkan bahwa setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo, hasil rontgen dan foto MRI menunjukkan bahwa tidak ada masalah serius pada anaknya. Ia juga menuturkan bahwa kondisi Rosa mulai stabil setelah menjalani berbagai tes.
Pengalaman buruk yang dialami Rosa membuat ia kesulitan dalam menjalani kesehariannya. Namun, seiring berjalannya waktu, kondisi gadis asal Mojokerto itu berangsur membaik dan dapat berjalan meski secara perlahan. Hingga di titik inilah ibunda Rosa merasa bangga atas pencapaian putrinya.
“Pastinya saya bangga melihat anak saya sudah sampai dititik ini. Meskipun ia mengalamai kendala dimasa ia mencari ilmu, tapi melihat semangatnya saya menjadi yakin bahwa ia bisa melakukannya sampai akhir,” ujarnya dengan ekspresi sendu yang tergambar diraut wajahnya.
Sementara itu, Tim Solidaritas juga sempat bercengkrama dengan Akhmad Muzakki selaku Rektor UINSA usai perayaan wisuda. Di tengah perbincangan kami, ia menyampaikan apresiasi dan komitmennya untuk menciptakan lingkungan kampus yang inklusif dan ramah bagi semua mahasiswa, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik. Menurutnya, kisah Rosa adalah bukti nyata bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk meraih kesuksesan.
“Ah, itu luar biasa. Kalau orang yang diberkahi oleh Allah seperti yang lain, kebanyakan dari kita menganggap sukses itu keren. Tapi, bisa sukses dalam keterbatasan, itu sungguh luar biasa,” kata Akhmad.
Tak hanya itu, pria berkacamata itu juga menegaskan bahwa UINSA memiliki kepedulian tinggi terhadap mahasiswa yang memiliki keterbatasan. Saat bincang dengan Tim Solidaritas, Akhmad Muzakki menyampaikan komitmennya terkait keamanan dan kenyamanan bagi penyandang disabilitas.
“Kami punya program bernama ‘Kampus yang Aman dan Nyaman’. Aman untuk semuanya, dan nyaman untuk semuanya. Jadi, jangan sampai terjadipelanggaran, termasuk pelanggaran seksual atau kejahatan seksual,” jelasnya dengan nada bijaksana.
Tak hanya sekedar omong, program tersebut telah terbukti dengan peningkatan fasilitas seperti pemasangan CCTV di setiap sudut. Fasilitas pendukung yang ramah difabel juga sudah disediakan di beberapa gedung dan masjid.
“Kita berusaha memfasilitasi dan mendukung sepenuhnya untuk menciptakan kampus yang aman dan nyaman untuk semua. Karena orang tua sudah memberikan amanah kepada saya untuk membesarkan, maka saya orang yang paling bertanggungjawab, termasuk paling berdosa jika ada pelanggaran. Kita lakukan yang terbaik,” tegas Akhmad Muzakki pada akhir pidatonya.
Komitmen Rektor UINSA kali ini menjadi angin segar bagi mahasiswa difabel seperti Rosa. Kisahnya adalah bukti bahwa keterbatasan fisik bukan halangan untuk meraih mimpi. Dengan semangat dan dukungan keluarga, ia berhasil menyelesaikan studinya meski menghadapi banyak rintangan. Kisah Rosa dan dukungan penuh dari UINSA menjadi inspirasi bagi semua pihak untuk terus memperjuangkan inklusivitas di dunia pendidikan.
Reporter: Adelia Putri Salsabila & Bima Satrya Agnas Basid
Editor: Nurlaily Zuhrah