MediaSolidaritas.com – Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kelembagaan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya mengeluarkan Nota Dinas (Nodin) No B-3429/In07/R/Hm.01/10/2023 tentang Pemberitahuan Pengosongan Ruang di Gedung Terpadu Fakultas Adab dan Humaniora (FAHUM) dan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) pada Rabu (18/10).
Pengosongan beberapa ruang di Gedung FAHUM dan FST ini guna kepentingan Finalisasi dan Prasarana Fakultas Kedokteran (FK) UINSA.
Beberapa ruangan yang harus dikosongkan diantaranya laboratorium lantai 1, seluruh ruangan di lantai 4 dan lantai 5, serta ruang perkuliahan lantai 9.
Nodin tersebut mengundang banyak kerisauan mahasiswa FAHUM dan FST. Di dalam nodin tercantum alasan pengosongan ruang dikarenakan akan ada renovasi untuk mempersiapkan Fakultas Kedokteran. Namun, hingga Jumat (20/10), belum ada kabar mengenai wacana renovasi tersebut.
Muhammad Khodafi selaku Wakil Dekan III FAHUM mengungkapkan, alasan pemilihan finalisasi FK di Gedung Terpadu FAHUM-FST karena gedung tersebut yang paling representatif dalam memenuhi persyaratan pengajuan FK.
“Alasan itu yang paling rasional, karena laboratoriumnya juga sudah memadai sehingga kalau disitasi oleh tim penilai itu layak. Kalau layak ‘kan semuanya jadi senang karena universitas kita punya Fakultas Kedokteran,” ujar Khodafi ketika diwawancarai pada Jumat (20/10).
Akibat dari adanya nodin tersebut, kegiatan perkuliahan kini dilaksanakan secara daring. Hal ini turut dibenarkan oleh Khodafi yang menjelaskan bahwa untuk sementara, perkuliahan akan diarahkan untuk daring sampai batas waktu yang nantinya ditentukan oleh universitas.
Khodafi juga menambahkan bahwa FAHUM sedang melakukan mitigasi kelas di fakultas lain seperti FPK dan FISIP. Hal itu dilakukan sebagai solusi sementara selama masih ada pengosongan ruang untuk finalisasi FK.
Di sisi lain, Zaskya sebagai mahasiswa mengaku merasa bingung karena belum ada kepastian terkait perpindahan kelas akibat dari adanya nodin tersebut.
“Kalau dari jurusan aku sendiri, ada beberapa kelas yang dikosongkan karena kita masih mencari jalan keluarnya. Ada yang dilakukan secara daring dan ada juga yang tetap secara offline. Tapi kita harus effort mencari kelas kosong, karena dari dosennya itu juga tidak memberikan solusi terkait ruang kelas,” ujar mahasiswa Sastra Inggris tersebut.
Zaskya menilai metode pembelajaran daring dirasa kurang efektif, apalagi saat ini siswa kurang memperhatikan pembelajaran daring saat di rumah.
Di samping itu, desas-desus FAHUM akan dipindah ke kampus Ahmad Yani sedang ramai diperbincangkan mahasiswa dan dosen. Banyak yang tidak setuju dengan isu tersebut.
Menanggapi isu yang beredar, Khodafi memberikan pernyataan bahwa tidak mungkin jika FAHUM akan dipindahkan ke kampus Ahmad Yani. Menurutnya, eksistensi FAHUM di kampus Gunung Anyar sebagai payung utama dari fakultas keagamaan, sehingga merepresentasikan dari identitas Universitas Islam Negeri (UIN).
“Insya Allah akan tetap di sini karena sudah menjadi keputusan Senat. Kalau Fakultas Adab dipindah ke yang lama lagi, terus warna UIN-nya di mana? Jadi nggak mungkin dipindah,” pungkasnya.
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam, Rani mengatakan kurang setuju jika FK akan jadi satu gedung dengan FAHUM dan FST.
“Kadang-kadang kami juga kekurangan kelas. Kalau nambah FK takutnya kami jadi nggak punya kelas. Dari pengalamanku yang kelasnya sering dipakai orang lain begitu,” ujar Rani saat diwawancara melalui WhatsApp pada Sabtu (21/10).
Selaras dengan Rani, Zaskya selaku mahasiswa terdampak pun turut memberikan respon. Ia menuturkan seharusnya dari pihak universitas mempertimbangkan beberapa aspek terkait dengan peresmian FK, seperti gedung dan tempat perkuliahan. Tidak hanya aspek dari akreditasi yang difokuskan.
“Sebenarnya pembangunan FK tuh aku oke-oke aja, cuma kalau bisa sih gedungnya terpisah gitu biar tidak mengganggu perkuliahan fakultas yang lain,” tutupnya.
Reporter: Tasha Faradilla Ramadhani
Editor: Tanaya Az Zhara