Judul Novel : Pudarnya Pesona Cleopatra
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Republika
Tebal : i-vii + 50 halaman
Resensator : Putri Agustina Nurtahyuni
Pudarnya Pesona Cleopatra adalah novel ke-4 karya Habiburrahman El Shirazy yang dirilis tahun 2005. Novel 54 halaman tersebut, membawakan cerita tentang seorang pemuda yang kagum akan kecantikan wanita Mesir. Selama alur ceritanya berjalan, penulis menjadikan sudut pandang orang pertama “Aku” sebagai pemeran utama. Sehingga ketika pembaca mengamati betul setiap kata yang dituangkan, mereka dapat merasakan sama halnya dengan pemeran utama perankan.
Kisah inspiratif yang dibuat pelaku “Aku” menceritakan bahwa dia adalah seorang laki-laki tawadhu kepada sang ibunda. Terkenal seorang yang shalih, nasab dalam keluarganya pun sudah terpasang kata “baik” di lingkungannya, bahkan teman karib ibunya pun demikian baiknya.
Dari persahabatan ibunya sewaktu di usia belia, sang ibu mondok di pesantren Mankuyudan Solo, beliau penah terpatri janji dengan sahabat baiknya. “Kami pernah berjanji, jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu anakku, ibu yang telah hadir jauh sebelum kau lahir!”(hlm. 2) dari sana lah mulai perjalanan perasaan gejolak hati bagi tokoh utama menghadapai perasaan kepada wanita yang dipinangnya.
Novel ini berfokus menceritakan bagaimana pemeran “Aku” dalam cerita itu sulit menerima takdir. Takdir bahwa ia harus menikahi perempuan tanah Jawa yang tidak sesuai dengan taraf seleranya. Raihana adalah perempuan dari kalangan keluarga terdidik Islami, berpendidikan tinggi, berhijab dan tahfidzul Qur-an. Kecantikan rupanya bak bintang kelas tinggi sudah diumpamakan kecantikan dan kelembutan hatinya seperti bintang iklan Lux.
Semua kelebihan tersebut tidak sebanding dengan pesona gadis lembah Sungai Nil, Cleopatra. Menurut pemeran “Aku” dia memandang wanita Mesir semuanya sempurna penuh kilau “Bahkan jika ada delapan gadis Mesir maka yang cantik enam belas. Sebab bayangannya ikut cantik.”(hlm. 33). Seorang wanita Mesir yang hidup di zaman Romawi telah mempatenkan pandangan sang tokoh utama terhadap wanita Mesir.
Rasa patuh pada ibunya membuat ia harus menimbun gairah keinginannya untuk menikahi wanita Mesir. Berat hati ia mengkhitbah wanita berwajah teduh tersebut sekalipun tidak ada letupan dihatinya mengatakan cinta. Berbulan-bulan tinggal bersama, komunikasi baik tidak pernah ada. Raihana bukan main lembut hatinya. Ia tetap patuh dan sabar walaupun sebenarnya hatinya sudah tahu bahwa seorang laki-laki yang ia sayang tidak sebenarnya hadir dalam wujud cinta melainkan hanya sebatas rupa.
Penulis berumur 43 tahun tersebut, mengangkat kisah cinta dengan bumbu Islami. Pilihan kata yang digunakan dalam novel tersebut sederhana bahkan ada juga memakai bahasa jawa beserta mengutip kalimatnya. Penggunaan bahasa Jawa tersebut bertujuan untuk membawa budaya Jawa yang mana memperlihatkan tingginya tata krama orang Jawa.
Dalam kisahnya, Habiburrahman yang identik dengan karya Islami, sehingga beberapa selang alur cerita novel tersebut, beliau menyisipkan kisah salah seorang muslim, yakni Ibnu Hazm. Pastinya tokoh muslim yang diambil kisahnya tidak akan lepas jauh dengan keadaan tokoh utama.
Latar belakang penulis mengangkat tema kecantikan karena sedikit menyinggung kepada siapapun yang masih mengagungkan kecantikan atau materi diatas yang lainnya. Beberapa cerita pengalaman teman dekat sang tokoh hampir semuanya menceritakan bagaimana sengsaranya siapa mereka yang masih mengagungkan kecantikan dan nyatanya berujung nestapa berkepanjangan.