Rektor Merakyat Kebutuhan UINSA
OPINI

Rektor Merakyat Kebutuhan UINSA

M. Andre Bakhtiar Hasibuan*

Pergantian rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Rektor Prof. Dr. H. Abd Ala, M.Ag telah memasuki masa pensiunnya. Mengacu pada pasal 9 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia (Pemenag RI) nomor 68 tahun 2015 yang berisi masa jabatan Rektor/ketua 4 (empat) tahun dan boleh dipilih kembali dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan berturut-turut.

Selain itu mengacu pada Pasal 3 Pemenag RI nomor 68 tahun 2015, Abd Ala tidak bisa mencalonkan diri kembali menjadi rektor. Hal ini dikarenakan umur beliau sudah mencapai usia 60 tahun, sedangkan untuk mencalonkan diri menjadi rektor batas usia 60 tahun ketika akhir masa jabatannya. Berarti usia bakal calon rektor maksimal berusia 56 tahun.

Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi

Rektor merupakan pemimpin perguruan tinggi di tingkat institut atau universitas. Seorang pemimpin seharunya memiliki visi serta misi yang harus dicapai. Dalam lingkup ini rektor juga harus memiliki visi dan misi yang baik untuk kemajuan dari UINSA. Menanggapi pernyataan Prof. Moh. Sholeh (Beranda edisi September-Oktober 2017) mengenai persoalan mental yang berkaitan dengan sesuatu yang ingin diperjuangkan, penulis beranggapan masih banyak tujuan UINSA yang bisa dibentuk. Selain World Class University (WCU) masih banyak yang bisa menjadi tujuan kemajuan kampus, salah satunya penerapan kembali Tri Dharma Perguruan Tinggi (TDPT).

TDPT seperti yang termaktub dalam pasal 1 ayat 3 Pemenag RI nomor 5 tahun 2017 berbunyi “Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.” Dari pernyataan Pemenag di atas sudah jelas bahwa bakal calon rektor harus memiliki sifat progresif dalam mengembalikan ‘fitrah’ TDPT ke dalam kehidupan kampus. Mengingat kembali bahwasanya kampus selain tempat pembelajaran juga sebagai miniatur dari sebuah negara. Selain itu kampus UINSA memiliki lebih banyak fakultas yang berorientasi sosial dibandingkan mengenai ilmu alam.

Oleh sebab itu rektor selanjutnya harus memiliki sifat merakyat kepada warga kampus mulai dari kalangan pekerja umum, mahasiswa, hingga jajarannya sendiri. Selain itu pula calon rektor sudah harus mulai melatih kepekaan sosial terutama kepada warga sekitar kampus UINSA. Mengapa hal ini diperlukan? Menurut pengamatan  penulis kepekaan sosial diperlukan agar tidak terjadinya kesenjangan sosial di daerah kampus. Berkaca kepada keputusan yang diambil ketika Gang Dosen ditutup pada bulan September 2017 lalu, reaksi protes mahasiswa maupun warga sekitar kampus meluap karena keputusan sepihak yang diambil dari jajaran rektor. Padahal banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari lalu lalang mahasiswa yang melewati gang dosen. Mungkin juga bisa memberikan terobosan berupa mengambil warga sekitar kampus untuk bekerja di dalam kampus.

Senat Harus Pertimbangkan Mahasiswa

Pemberdayaan mahasiswa juga perlu diingat oleh bakal calon rektor selanjutnya. Mengingat UINSA memiliki sekitar 10.000 mahasiswa yang hidup dalam dinamika kampus. Pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mahasiswa ke depannya mungkin bisa melibatkan mahasiswa melalui Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) serta Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Hal ini menyangkut tentang stabilitas kampus, berkaca pada pemberlakuan jam malam yang tertera pada surat edaran UINSA No: Pt.2528/UU.07/01/R/R3/PP.00.9/11/2017, menimbulkan reaksi mahasiswa berupa demonstrasi akibat dari pengambilan keputusan sepihak rektor serta para pembantu rektor tanpa melibatkan diskusi dengan mahasiswa.

Mengingat lagi rektor merupakan pemimpin kampus, berarti rektor merupakan nakhoda yang akan membawa bahtera kampus ke arah yang lebih baik. Calon rektor juga harus bisa menenangkan kru ketika badai menerpa, mampu mengajak seluruh elemen yang ada di kampus maupun sekitar kampus untuk bekerja sama dalam membangun lingkungan UINSA menjadi lebih berbudaya dan bermoral. Meminjam perkataan dari Ulama Iran Murtadha Muthahhari dalam buku Falsafah Agama dan Kemanusiaan, manusia masa depan merupakan manusia budaya dan manusia agama. Dengan ini semoga Senat dapat mempertimbangkan bakal calon rektor bukan dari kemampuan manajer pendidikan saja namun juga dari segi bagaimana beliau menciptakan budaya yang terintegritas, progresif dan merakyat.

 

*) Mahasiswa Semester 4 Prodi Sosiologi FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya, tercatat sebagai Sekretaris Redaksi LPM Solidaritas.

Sumber gambar : http://dakta.com/news/8700/lembut-dan-merakyat-ciri-pemimpin-muslim-sejati

Post Comment