Rektor UINSA: Keterbatasan itu Bukan Takdir
FEATURES

Rektor UINSA: Keterbatasan itu Bukan Takdir

MediaSolidaritas.com – Teriknya matahari tak menghalangi semangat para jemaah shalat Jumat di Masjid Ulul Albab Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Tak hanya andalan warga kampus, masjid ini juga menjadi pilihan bagi warga sekitar maupun pengendara yang melintasi Jalan Ahmad Yani.

Usai shalat Jumat, gerombolan bocah mulai berebut meninggalkan area masjid. Namun, drama bocah tersebut tak menghambat sebagian jemaah yang menuntaskan dzikirnya.

Begitupun Akhmad Muzakki selaku Rektor UINSA. Setelah menuntaskan berbagai amalan sunnahnya, ia berdiri dengan menyalami rekan-rekannya.

Siang itu, tim Solidaritas berkesempatan untuk menemani sekaligus berbincang dengan pria kelahiran 9 Februari 1974 tersebut. Dalam perjalanan, ia menceritakan roller coaster kehidupan yang ia lalui.

Mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) ternyata bukan dari orang berada. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak hidup dalam kemewahan, tetapi justru hidup dalam keterbatasan ekonomi. 

“Bapak saya dulu guru Madrasah Ibtidaiyah (MI). Kalau siang pulang ngajar, jualan petis udang. Ibu saya membatik tulis,” terangnya. 

Dengan dilatihnya kerja keras dan disiplin sejak kecil, menjadikan Akhmad Muzakki tumbuh menjadi sosok yang penuh ambisi. Ia meyakini bahwa satu-satunya cara yang bisa mengubah hidupnya adalah melalui jalur pendidikan.

“Keterbatasan itu bukan takdir yang bisa langsung dipasrahkan, melainkan kondisi yang harus ditaklukkan. Jangan lihat Aburizal Bakrie, jangan lihat Bu Susi Pudjiastuti. Mereka memang memperkaya turunan. Kita ini kaya saat turunan, begitu anjakan, ya miskin lagi,” canda pria berkacamata tersebut.

Pria yang kerap disapa Zakki ini mengaku bahwa belajar merupakan petualangan yang mengasyikkan. Belajar membuat dahaganya terobati. Tak heran jika gelar akademiknya berentetan bak sepur panjang. 

Perjalanan pendidikannya pun tak selalu berjalan mulus. Ejekan dan cibiran pernah ia dapatkan karena tidak mengenyam pendidikan di kawasan sekolah elite. Namun, Alumni Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ini justru semakin termotivasi untuk terus belajar.

Setelah lulus dari UINSA, putra pasangan Imam Syafii dan Zulaicha ini melanjutkan pendidikan di kampus bergengsi Australia,yaitu Australia National University (ANU), Canberra dan meraih gelar Master of Philosophy.

Dengan keuletannya, ia berhasil mendapatkan berbagai beasiswa hingga mengantarnya ke University of Queensland untuk menempuh pendidikan S3.

“Beasiswa saya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi saya kerja sambil kuliah, jadi driver sushi delivery,” paparnya.

Sambil mengenang, guru besar termuda UINSA ini bercerita bahwa pada masa itu istrinya hamil anak kedua. Pukul setengah tujuh pagi ia datang ke home industry dan langsung memasukkan sushi ke mobil. Lalu, mulailah ia berkeliling menyusuri kota Brisbane, Australia. 

Hingga pukul 12.00 siang, ia pergi ke perpustakaan untuk belajar. Jam tiga sore menjemput anak sekolah, setelah itu belajar lagi. Begitulah kesehariannya.

Namun, ada satu hal penting yang dianggap sebagai sumber kekuatannya.

“Saya jam sepuluh sudah tidur karena jam dua pagi harus bangun untuk tahajud. Tuhan itu begitu luar biasa ‘loh dalam menciptakan instrumen ibadah. Tahajud ini sangat penting untuk memperkuat pertahanan diri,” ujarnya dengan penuh ketakjuban akan kuasaNya.

Sebagai kaum terpelajar, Akhmad Muzakki tak hanya bergelut di dunia kampus semata. Ia juga aktif berorganisasi guna menyalurkan kegelisahan intelektualnya. Ia meyakini bahwa kalangan akademisi akan muncul sebagai pengkritik tajam terhadap kemapanan yang hegemonik. Maka dari itu, ia mengabdi sebagai Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.

Dari berbagai pencapaiannya ia mengaku bahwa prestasi sesungguhnya bukanlah menjabat sebagai rektor, melainkan menjadi seorang ilmuwan merupakan kebanggaan tersendiri baginya.

”Rektor ini merupakan amanah akademik dan amanah keumatan, kalau amanah keumatan ‘kan saluran mobilisasi vertikal paling efektif melalui pendidikan,” tuturnya.

Sebagai rektor terpilih, Muzakki mengaku bahwa ia ingin meneruskan kemuliaan yang telah disampaikan oleh Prof. Masdar Hilmy yang merupakan rektor pada periode sebelumnya.

Tak hanya itu, guru besar bidang sosiologi tersebut ingin mendorong kembali UINSA sebagai kiblat perguruan tinggi islam di Indonesia.

“Kita ada di rank 1. Banyak kyai ada disini, tokoh masyarakat ada di sini, banyak tokoh hebat di sini. Ini harus didorong kembali,” tegasnya.

UINSA sendiri merupakan salah satu Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) besar yang memiliki sejarah panjang. Jumlah mahasiswanya sendiri tak kalah besar, terdapat 30 ribu mahasiswa yang mengemban ilmu dan menjadikan salah satu kampus paling mewah di Surabaya.

Tak hanya itu, ia juga menegaskan bahwa kedatangannya bisa menjadi ancaman bagi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia.

”Saya datang, Hati-hati PTKI se-Indonesia ini. Saya datang untuk menjadi champion bagi UIN,” tambahnya. (Ferry Tri Anugerah-Tanaya Az Zhara- Nabila Wardah)

Post Comment