Belakangan ini banyak pembicaraan mengenai Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA). Mulai dari pengumuman batas waktu heregistrasi yang berujung aksi demonstrasi mahasiswa, sampai pada isu peralihan status UINSA dari Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).
Rencana alih status dari PTN BLU menjadi PTN-BH ini disampaikan langsung oleh Rektor UINSA, Akhmad Muzakki, saat menemui demonstran mahasiswa di depan gedung Twin Tower kampus Ahmad Yani pada Januari lalu. Muzakki meminta doa dan dukungan dari mahasiswa agar UINSA bisa berubah statusnya menjadi PTN-BH.
Namun, sebagai mahasiswa yang dituntut untuk kritis dan radikal dalam menanggapi sebuah isu dan fenomena, seyogyanya kita perlu mengetahui apa saja dampak peralihan status ini dan apa saja manfaat dan mudharatnya apabila nanti UINSA bisa menjadi PTN-BH.
Dasar Hukum PTN-BH
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai dampak langsung dari peralihan status ini, penting untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan PTN-BH. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 disebutkan bahwa:
“Penyelenggaraan otonomi Perguruan Tinggi dapat diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh Menteri kepada PTN yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, atau dengan membentuk PTN Badan Hukum untuk menghasilkan Pendidikan Tinggi bermutu.”
Pengertian lebih lanjut tentang PTN-BH dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang menyebutkan “PTN Badan Hukum adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh pemerintah yang berstatus sebagai subyek hukum yang otonom.”
Artinya, dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi kampus yang berstatus PTN-BH memiliki otonomi lebih dalam mengelola rumah tangganya. Berbeda dengan PTN Non BH yang masih dikelola pemerintah secara murni, setiap aktivitas perlu didukung atau disetujui oleh pihak pemerintah.
Adapun aturan terbaru tentang PTN-BH ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Dalam PP No. 26 ini terdiri dari 23 pasal yang menjelaskan terkait sumber dana dan bentuk pendanaan, mekanisme pendanaan, dan akuntabilitas PTN-BH.
Lebih lanjut, penjelasan mengenai sumber dana PTN BH adalah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dari selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (NON APBN). Namun yang menarik mengenai pendanaan dari PP ini ada pada pasal 3 dan 7.
Pada pasal 3 menjelaskan bahwa ada dua bentuk pendanaan yang bersumber dari APBN yang pertama adalah dengan bentuk bantuan pendanaan, yang kedua adalah dengan bentuk lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun, pada pasal 7 dijelaskan kembali bahwa segala bentuk pendanaan yang bukan bantuan, dana tersebut dihitung sebagai pinjaman yang dilaksanakan sesuai dengan UU yang berlaku.
Jadi dalam PP tersebut, anggaran PTN-BH berasal dari APBN dan diberikan dalam bentuk bantuan dan nonbantuan. Pada anggaran dalam bentuk nonbantuan maka dana tersebut bersifat pinjaman, dengan kata lain adalah hutang.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, PTN-BH adalah level tertinggi dalam PTN karena memiliki hak dan kewenangan sendiri dalam mengelola keuangan dan sumber daya, dari otonomi yang diberikan tersebut PTN-BH dapat memperoleh profit dari berbagai sumber daya yang ada dan dapat digunakan untuk mengelola apa saja.
PRO KONTRA PTN BH
PTN-BH merupakan PTN yang didirikan oleh Pemerintah yang berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom. Maka. dapat dikatakan bahwa suatu PTN yang memiliki status PTN-BH diberikan keleluasaan untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi secara otonom untuk menghasilkan pendidikan tinggi yang bermutu
Dari otonomi yang diberikan tersebut maka PTN BH memiliki hak untuk menentukan jalur masuk, menetapkan biaya masuk dan kuliah, membuka program non-subsidi, mengadakan kerjasama dengan industri, menyewakan lahan dan aset kampus, serta mekanisme lainnya untuk meningkatkan sumber pendanaan dari masyarakat.
Perguruan tinggi yang diberikan status sebagai PTN-BH tidak lagi harus bertanggungjawab penuh kepada negara, khususnya dalam hal tata kelola. Hal ini dikarenakan fungsi negara mulai direduksi oleh fungsi organ Majelis Wali Amanat (MWA) di internal PTN-BH, sebagai penerapan check and balance dalam pengelolaan akademik maupun tata kelola.
Namun, perubahan status suatu Perguruan Tinggi menjadi PTN BH tersebut telah menimbulkan banyak reaksi pro dan kontra. Pihak yang setuju umumnya dari kalangan Pemerintah, para pimpian PTN dan praktisi sekaligus pemerhati pendidikan yang pro pemerintah menyatakan alasan, bahwa status Badan Hukum ini akan memberi otonomi dan kemandirian yang lebih luas kepada PTN agar mampu berkembang menuju world class university.
Sedangkan yang tidak setuju sebagian besar adalah kalangan mahasiswa, yang memiliki kekhawatiran akan semakin mahalnya biaya pendidikan tinggi. Status Badan Hukum PTN mempunyai otonomi yang luas, sehingga PTN-BH bebas menentukan besaran biaya kuliah atas dalih membiayai biaya operasionalnya. Dengan naiknya uang kuliah, maka akan semakin sulitnya masyarakat yang ada di lapisan bawah (miskin) untuk dapat mengakses pendidikan tinggi.
Dari pro dan kontra yang ada, serta sampai pada saat ini sudah 21 kampus di Indonesia yang menyandang status PTN-BH, kita bisa menilai dampak positif dan negatif dari alih status tersebut.
Dampak Positif
- Bisa mengelola rumah tangga sendiri sehingga apabila dikelola dengan baik maka peningkatan kualitas dapat lebih cepat.
- Bisa membangun sistem tata kelola sendiri
- Bebas untuk mencari pendapatan sehingga kampus tidak perlu lagi bergantung pada pemerintah
Dampak Negatif
- Kampus berhak dan memiliki potensi untuk menaikkan biaya kuliah, karena otonomi dan berkurangnya dana yang diberikan oleh pemerintah
- Naiknya biaya kuliah membuat masyarakat golongan bawah sulit untuk mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi.
- Rawan adanya kecurangan pada tata kelola keuangan
Namun, beberapa kekurangan diatas dapat teratasi apabila universitas memiliki tata kelola dan manajemen yang baik. Maka apabila transformasi ini terjadi, berkembang atau tidaknya kampus baik ke arah positif atau negatif, status ini tergantung pada tangan dingin pemegang kekuasaan tertinggi (rektor) untuk mengelola perguruan tinggi negeri berbadan hukum.
Penulis: Rizky Alpama
Daftar Rujukan
Salma, Mengenal Lebih dalam Seputar PTN BH, 2022
Jejen Musfah, Mudarat PTN Badan Hukum, 2022
Kementerian Riset dan Pengembangan,Kabinet Tekad Juang Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas 2019, LAPORAN HASIL SURVEI UNAND MENUJU PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM (PTN-BH)?, 2019
Diana Sekar Anggraini, EKSISTENSI PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI, 2019