MediaSolidaritas.com – Pengenalan Budaya Akademik (PBAK) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada hari Rabu (16/08) ditutup dengan kekecewaan segenap panitia dan mahasiswa baru (maba). Kekecewaan tersebut dituangkan melalui seruan aksi menggunakan platform Instagram maba dengan hashtag #FISIPKECEWA.
Ketua Pelaksana (ketupel) PBAK FISIP, Faiz Dzikri Ezza Mahendra memaparkan kekecewaan panitia kepada pihak rektorat yang dirasa tidak serius dalam menyiapkan PBAK 2023. Faiz menjelaskan keluhannya terkait pengukuhan dan persiapan forum pembukaan yang tiba-tiba dipotong. Padahal, maba sudah antusias menyambut proses pengukuhan.
Melalui Fous Group Discussion (FGD) bersama para maba, mahasiswa asal FISIP tersebut menekankan kepada seluruh panitia dan maba bahwasanya haram hukumnya bersikap apatis terhadap tindakan-tindakan para birokrat yang tidak jelas.
“Hal itu merugikan umat. Bukannya menuju kemaslahatan bersama para mahasiswa, tapi malah merugikan. Apalagi, momen PBAK ini hanya terjadi sekali selama mahasiswa berkuliah. Tidak ada yang namanya forum PBAK reborn atau lanjut part dua seperti video viral yang dipotong-potong,” tegas pria yang akrab dengan panggilan Eja tersebut.
Eja menambahkan bahwasanya sebagai mahasiswa FISIP wajib hukumnya untuk menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu dan adaptif terhadap tantangan zaman yang selalu berubah-ubah.
“Kita melakukan cara yang lebih efisien dan efektif, juga tetap pada koridor tata krama untuk mengungkapkan rasa kekecewaan kita terhadap rektorat dan jajaran petinggi kampus,” pungkasnya.
Kekecewaan terhadap pelaksanaan PBAK 2023 juga dirasakan oleh sebagian besar maba. Mereka merasa tidak benar-benar dikenalkan oleh budaya kampus. Kegaduhan PBAK selama tiga hari merupakan hal yang diluar ekspektasi mereka.
Menurut Habibah, salah satu maba FISIP menyatakan kekecewaan terhadap pelaksaan PBAK yang seharusnya memberikan first impression yang baik tapi justru sebaliknya. Apalagi ia berasal dari kampung dan berharap disambut baik oleh kampus impiannya tersebut.
Ia menyayangkan tenaga, pikiran, atau finansial maba yang terbuang karena forum yang tidak jelas.
Maba FISIP mengetahui kekacauan kampus A.Yani melalui media tiktok. Karena itu, ketupel mengajak maba untuk melakukan tindakan advokasi melalui media sosial, yaitu menggunakan media sosial, yaitu Instagram.
Pernyataan selaras juga dinyatakan Ahmad Ikrom, maba FISIP yang lain. Dirinya pun setuju mengunggah twibbon unjuk rasa tersebut karena teknis yang tidak matang dari rektorat.
Berbeda dengan pendapat mahasiswa, pihak kampus sendiri memberi komentar lain atas kritikan yang dilayangkan melalui media sosial.
“FISIP menjunjung tinggi demokrasi. Untuk itu, kritik yang dilontarkan teman-teman Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan Senat Eksekutif Mahasiswa (SEMA) fakultas, semua kami terima. Tapi, ada satu hal yang perlu diingat. Jangan sampai kritik itu membunuh karakter dan menimbulkan provokasi kepada pihak lain, terutama maba.,” kata Wakil Dekan (Wadek) 3 FISIP Moh. Syaiful Bahar.
Ia juga menjelaskan bahwa evaluasi harus segera dilakukan oleh para panitia selaku yang mengorganisir penyelenggaraan PBAK sedari hari pertama pelaksanaan acara tersebut.
Bahar juga menambahkan, kritik tersebut sebenarnya tidak salah. Namun, cara penyampaiannya saja yang kurang bisa diterima oleh pihak lain. Kesalahan ini sifatnya bukan perorangan, melainkan kelembagaan yang berimbas pada kelancaran acara PBAK 2023.
Bahar selaku dari perwakilan pejabat tinggi universitas menanggapi bahwa ia tidak menyalahkan kritik tersebut dan pastinya menerima semua kritikan yang masuk. Bahar sendiri mengakui jika dirinya senang dikritik oleh mahasiswanya sendiri. Dia juga berkomitmen untuk memperbaiki kesalahan yang telah terjadi karena kritik itu penting untuk membangun karakter seorang mahasiswa.
Selain itu, ia menambahkan bahwa ada satu hal yang perlu diingat, yaitu bagaimana cara kita menyampaikan kritik dan apakah kritik itu sifatnya membangun atau malah menghukumi perseorangan
“Kritik mahasiswa memang satu hal krusial yang akan berdampak baik untuk UIN Sunan Ampel, tapi cara penyampaiannya yang harus kita perhatikan. Apakah kritik itu sudah tepat, tapi caranya salah, atau malah salah keduanya?” tambahnya.
Reporter: Tasya Rachmadila R, Nur Fatiq, Dewi Aisyah Alya P.
Editor: Alfi Damayanti, Ferry Trianugrah