MediaSolidaritas.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, ungkap bahwa kini mahasiswa tidak perlu mengerjakan skripsi lagi sebagai tugas akhir pada acara peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26 (29/8).
Nadiem menambahkan kalau tugas pengganti skripsi kini diserahkan pada masing-masing pimpinan perguruan tinggi.
Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Negeri Islam Sunan Ampel (UINSA) Surabaya masih menunggu kebijakan resmi Kementerian Agama (Kemenag) mengenai tugas akhir mahasiswa, karena UINSA bukan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang dinaungi Kemendikbudristek.
“Kita belum mengambil kebijakan apapun karena kita sedang menunggu regulasi di Kemenag,” ujarnya Achmad Muzakki selaku Rektor UINSA ketika diwawancarai pada Rabu (6/9).
Muzakki menjelaskan bahwa tugas akhir yang dilakukan oleh mahasiswa bisa dalam bentuk skripsi, project, maupun bentuk yang lain.
Melalui statement Mendikbudristek mengenai tugas akhir tersebut secara tidak langsung mengisyaratkan bahwasanya skripsi bukan lagi satu-satunya standar tugas akhir.
“Urusan tugas akhir mahasiswa apakah menggunakan skripsi atau menggunakan project itu tidak satu standar. Kalo kemarin-kemarin ‘kan satu standar (berupa, red) skripsi, kalo sekarang enggak, sudah ada varian diserahkan kepada pimpinan perguruan tinggi,” papar pria berkacamata itu.
Bentuk tugas akhir juga bisa dijadikan opsional terlebih melihat dari kebutuhan masing-masing program studi (prodi) yang tidak sama, sehingga skripsi tidak bisa menjadi satu-satunya tolak ukur kompetensi mahasiswa.
“Contoh project ya, mahasiswa arsitektur tugas akhirnya bukan skripsi, tetapi membentuk project. Misal menyusun project tentang desain bangunan A, sesuai dengan karakter keilmuan. Kalo karakter keilmuannya lebih pada mengutarakan gagasan, mungkin skripsi masih,” jelas Muzakki.
Di samping itu, terdapat mahasiswa UINSA sendiri yang menyatakan setuju dengan adanya kebijakan tersebut.
Salah satu mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Arab mengungkapkan kalau menurutnya kebijakan baru ini tidak membebankan mahasiswa. Hanya saja harus terdapat tugas pengganti yang sepadan agar setelah lulus mahasiswa diharapkan siap menempuh dunia luar.
“Menurut aku pribadi, efektif. Dengan adanya opsi-opsi projek sebagai ganti atau setara dengan tugas akhir sebuah instansi bisa menjadi pilihan yang diminati dan bisa menjadi alternatif bagi para mahasiswa agar lulus tepat waktu,” ungkap mahasiswa yang tidak disebutkan namanya itu.
Kontra dengan pendapat sebelumnya, terdapat mahasiswa yang tidak setuju dengan kebijakan ini. Menurut salah satu mahasiswa prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI), adanya opsi project tugas akhir yang lain justru membuatnya khawatir akan memberatkan sebagian mahasiswa sehingga kesulitan untuk mendapat gambaran terhadap tugas akhir.
“Aku sendiri sih nggak setuju, karena aku gak mau tahunku (angkatan, red) jadi kelinci percobaan. Karena kalo skripsi dihapus pasti Pak Nadiem akan memberikan opsi lain untuk lulus ‘kan. Nah aku takutnya itu opsi lain memberatkan, maksudnya kita kan nggak punya gambaran karena itu baru, kalo skripsi kan kita ada gambaran,” ujar mahasiswa yang kerap disapa Fizna itu.
Meskipun Rektor UINSA belum mendapatkan keputusan yang resmi, tetapi pihak rektorat sudah memperhitungkan regulasi yang akan dibahas melalui event Ngaji Regulasi.
Muzakki mengungkapkan kalau melalui event tersebut nantinya akan membahas lebih lanjut mengenai kebijakan baru Kemendikbudristek.
“Ngaji Regulasi ya kita mendatangkan pemilik kebijakan. Dari Kemendikbudristek nanti akan datang ke UIN (UINSA, red) dan beliau akan memberikan banyak ilmu akan kebijakan kepada kita, seperti apa,” ujar pria berkemeja merah tua itu.
Melalui rencana dari rektor, mahasiswa mengharapkan agar UINSA bisa menjalankan kebijakan Kemendikburistek tanpa menunggu adanya keputusan dari Kemenag.
“Harapannya sih sebisa mungkin coba untuk lebih terbuka ya sama keadaan di luar. Walaupun kita (UINSA) Kemenag mereka (PTN, red) Kemendikbud, tapi setidaknya kita bisa terlebih dahulu untuk melaksanakan program sejenis seperti itu,” tutur salah satu mahasiswa Prodi Teknik Lingkungan.
Ia menambahkan kalau harapannya kebijakan tersebut segera dilaksanakan agar UINSA bisa lebih maju dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) lainnya.
Reporter: Sheika Tri, Istiana
Editor: Nabila Wardah