Women’s March Surabaya 2018: Tolak RUU KUHP
BERITA

Women’s March Surabaya 2018: Tolak RUU KUHP

mediasolidaritas.com – Dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret, Women’s March di Surabaya baru pertama kali diselenggarakan bersamaan dengan Car Free Day di Taman Bungkul Surabaya pada Minggu (4/3). Acara ini bertujuan untuk menyuarakan hak-hak perempuan, kaum disabilitas dan penolakan terhadap RUU KUHP berkenaan tentang zina dan kekerasan seksual terhadap perempuan.

Acara ini didukung oleh sejumlah komunitas seperti Savy Amira, Koalisi Perempuan Ronggolawe, Women Crisis Center (WCC) Jombang, Difabel Motorcycle Indonesia (DMI), Kediri Bersama Rakyat (KIBAR), GAYa Nusantara dan lainnya. Women’s March ini diisi dengan aksi berjalan berkeliling Jalan Darmo. Berangkat dari titik kumpul di depan LOOP Station, para peserta aksi memulai march sambil menyuarakan aspirasi mereka tentang RUU KUHP yang dinilai tidak memihak pada kaum perempuan. Poedjianti Tan (47) selaku panitia mengungkapkan pengesahan RUU KUHP dinilai lebih banyak merugikan kaum perempuan. Poedjianti juga menambahkan kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di Indonesia semakin tinggi, terbukti dengan semakin banyaknya kasus pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan. Besar harapannya agar aksi-aksi semacam ini dapat membangun kesadaran masyarakat sehingga dapat mendorong pemerintah untuk bertindak.

Selain kasus kekerasan dan pelecehan perempuan, Women’s March kali ini juga mengedukasi masyarakat terutama kalangan masyarakat awam untuk menolak pernikahan anak-anak di bawah umur. Selain aksi berjalan kaki, acara ini juga diisi dengan pembacaan puisi, orasi, penandatanganan petisi penolakan RUU KUHP, pembacaan sembilan tuntutan Women’s March dan demo bela diri untuk mengantisipasi pelecehan seksual yang diajarkan langsung oleh Poedjianti Tan.

Sembilan tuntutan tersebut berisi: Pertama, tuntutan atas tindak kriminal dan diskriminatif perda-perda terhadap perempuan dan kaum difabel. Kedua, dukungan terhadap pengesahkan RUU penghapusan kekerasan seksual dan RUU perlindungan pekerja rumah tangga. Ketiga, tuntutan untuk menjamin dan menyediakan akses keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan. Keempat, tuntutan untuk menghentikan intervensi negara terhadap tubuh. Kelima, tuntutan penghapusan stigma dan diskriminasi berbasis gender. Keenam, tuntutan menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender. Ketujuh, mengajak masyarakat untuk tidak melakukan praktik kekerasan. Kedelapan, tuntutan untuk menyelesaikan akar kekerasan berbasis gender dan terakhir tuntutan atas upah layak dan jaminan sosial terhadap pekerja wanita.

Ana Abdillah (23) salah seorang peserta Women’s March yang juga merupakan anggota WCC Jombang mengungkapkan pendapatnya mengenai acara tersebut, “Kami sangat mendukung acara ini, karena kami juga terlibat dan bergerak dalam isu yang sama. Kami berharap agar pemerintah membahas kembali RUU KUHP tersebut”. Selain komunitas yang bergerak di bidang perempuan dan anak, ada juga komunitas disabilitas yang turut hadir dalam acara tersebut, yaitu DMI (Disable Motorcycle Indonesia). Isnawati Kuntiyah (57), salah satu anggota DMI, menyebutkan kesulitan kaum penyandang disabilitas salah satunya adalah masalah akses ditempat umum, “Kami butuh akses di tempat umum. Misalnya saja di Masjid Al-Akbar, untuk urusan berwudu kami masih harus berada (duduk, red) di bawah. Juga beberapa Puskesmas di Surabaya ini belum banyak yang menyediakan jalur khusus bagi teman-teman kami yang menggunakan kursi roda.” Ungkapnya. Isnawati juga berharap agar pemerintah lebih leluasa memberikan kesempatan bagi kaum disabilitas untuk berkarya sesuai dengan kemampuan mereka. “Kami tidak ingin dikasihani, namun kami justru ingin diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa kami ini mampu,” ujar Isnawati sebelum menutup perbincangan.

Di samping aksi march dan penyuaraan tuntutan, acara ini juga mendirikan booth. Salah satunya ada yang menjual tote bag untuk menggalang dana bagi kaum penyandang disabilitas. Women’s March Surabaya berakhir sekitar pukul 08.54 WIB dan ditutup dengan penandatanganan petisi di atas spanduk putih sebagai tanda dukungan atas tuntutan-tuntutan yang disampaikan. (abn/sof)

Post Comment