Solidaritas-uinsa.org—Kepala Bagian Kemahasiswaan UINSA, Jainudin, menuturkan bahwa PKK-MB dirancang berdasarkan ketentuan dari pemerintah yang membebaskan pungutan kepada mahasiswa baru selain UKT. Pungutan tersebut tentunya berdampak pada hal yang dapat membebani para mahasiswa baru, seperti masalah biaya. Untuk itu, dari pihak kampus sendiri selaku pengawas terus memantau jalannya PKK-MB ini, kegiatan evaluasi setiap sore selalu dilakukan.
Meski pengawasan terus dilakukan, mahasiswa baru Fakultas FISIP tetap mempertahankan tradisi pembuatan atribut tambahan, seperti tas dari kardus dan id- card. Tradisi lain yang dilakukan berupa pembuatan seragam angkatan. Seragam angkatan tersebut tetap dibuat setelah turunnya SK Rektor UN.07/1/PP.00.9/SK/688/P/2016 pada tanggal 8 Agustus lalu. “Pengadaan batik tersebut kami sepakati terlebih dahulu dengan para mahasiswa baru pada kegiatan pra-TM (Technical Meeting) yang kami namai temu sapa. Namun kami sudah memesan batik tersebut beberapa hari sebelum PKK-MB dilaksanakan,” ungkap ketua DEMA FISIP, A. Rofiul Asyhar. Pengadaan batik tersebut juga merupakan program dari DEMA-F sebagai realisasi program kerja yang mewajibkan mahasiswa FISIP setiap angkatan memiliki baju seragam sebagai identitas, bukan bagian dari atribut. “Adapun mahasiswa baru yang tidak memakai seragam angkatan tidak diberi konsekuensi apapun selain teguran,” tambahnya.
Mengenai kewajiban seragam angkatan tersebut, para mahasiswa baru diberikan tawaran saat pra-TM. “Kami ditawari seragam apa yang akan dibeli sebagai identitas FISIP, kemudian dari panitia menawarkan kemeja yang kami kira bukan batik. Ternyata pada pelaksanaan TM batik tersebut diperlihatkan, saya cukup kecewa,” ujar salah satu mahasiswa baru FISIP. Pemandangan batik–putih masih terlihat pada hari Selasa (30/8/2016). “Seperti pemaparan panitia, toleransi yang diberikan hari ini tidak berlaku lagi pada hari selanjutnya,” pungkasnya. (lut/rus)