mediasolidaritas.com – Menjelang tahun ajaran baru perkuliahan UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, mahasiswa baru (maba) disibukkan dengan persiapan untuk menjalani perkuliahan yang akan datang. Sebelum itu, seperti biasa maba mengikuti kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) yang saat ini namanya diganti Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK). PBAK dimulai pada Selasa (28/08//2018) sampai dengan Jumat (31/08/2018).
Keputusan diberlakukannya PBAK sendiri sudah dikeluarkan pada 2016 silam oleh Direktorat Jendral Pendidikan Islam dalam SK nomor 4962 tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pegenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan pada Perguruan Tinggi Agama Islam. Keterlambatan penggunaan nama PBAK karena berkaitan dengan perencanaan keuangan.
Konsep PBAK sendiri berbeda dengan PKKMB sebelumnya. Zarkasih Arifin, Ketua Dema Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) mengungkapkan bahwa konsep PBAK sekarang sepenuhnya dipegang oleh kampus, berbeda dengan tahun kemarin yang lebih banyak dipegang oleh Dema dan Sema. Bukan hanya jumlah keterlibatan mahasiswa dalam kepanitiaan saja, juga persiapan praacara pun Dema hanya berperan sedikit seperti menyeleksi mahasiswa yang akan masuk dalam kepanitiaan PBAK.
Pengurangan keterlibatan mahasiswa pada acara PBAK juga dirasakan oleh Dema Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK). “Yang jelas terlihat adalah pengurangan jumlah kepanitiaan,” ungkap Hilmi Miftahul Ni’am, Ketua Dema FTK. Menurutnya hal ini dirasa justru membuat jalannya acara PBAK semakin tidak terkontrol. Karena dilihat dari kuota panitia yang dikurangi justru semakin sulit mengatur dan mengarahkan mahasiswa baru yang jumlahnya sekitar 700 peserta. Untuk itu, Dema FTK mencoba koordinasi dengan pihak fakultas membicarakan dan menjelaskan dengan baik-baik, karena tujuannya memang bukan untuk menjelekkan fakultas ataupun menyebarkan isu SARA.
Hilmi juga menyayangkan beberapa oknum mahasiswa yang sulit diatur pada acara PKKMB atupun OSCAR di tahun-tahun sebelumnya. Contohnya adalah pengambilan tema yang begitu radikal seperti Tuhan Membusuk dari Fakultas Ushuluddin & Filsafat (FUF) dan Ing Madya Mangan Karso di FTK. Sehingga berdampak pada peraturan PBAK tahun ini yaitu penguranagan jumlah panitia dari mahasiswa
Ruhayati, Kabag Kemahasiswaan membenarkan hal tersebut, ia memaparkan bahwa tahun kemarin tenaga banyak dari mahasiswa, sedangkan sekarang mahasiswa hanya mengisi beberapa persen saja. “Karena memang PBAK bukan hajad organisasi mahasiswa tetapi hajad rektorat,” ungkapnya kepada Solidaritas (10/08/2018). Jumlah kepanitiaan dari mahasiswa hanya sekitar 20%, sedangkan sisanya adalah dari dosen dan tenaga pendidik. Ia juga menambahkan bahwa lokasi berjalannya PBAK nantinya akan lebih banyak di indoor.
“Dan ya karena akhirnya itu ricuh, kemudian kami sudah membatasi untuk begini dan begini. Semua materi harus didalam, tapi pelaksanaannya kemarin banyak pelanggaran, juga kan dibawa keluar,” ungkap Ruhayati.
Ia juga menambahkan bahwa pelaksanaan PKKMB sebelumnya terjadi pungutan liar yang dilakukan oleh panitia, padahal sudah dilarang oleh kampus untuk menarik pembayaran apapun dari mahasiswa. Dalam kasus ini tidak dijelaskan bagaimana sanksi yang mereka terima, namun pihak rektorat telah memanggil pihak yang terkait. Berdasarkan penjelasan Ruhayati, mereka beralasan bahwa uang tersebut digunakan untuk pembuatan baju dan perlengkapan PKKMB lainnya. (shf/jar)